
Nasi Tumpeng: Perpaduan Rasa, Budaya, dan Makna
Lifestyle | 12 Dec 2024 - 14:55 WIB
2025-04-15 18:31:36
Jelajah Jawa - Pada 15 April 2025 - Garut kembali menjadi sorotan publik setelah beredar video CCTV yang memperlihatkan seorang dokter kandungan diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap pasien perempuan saat melakukan pemeriksaan. Peristiwa yang diduga terjadi di salah satu klinik swasta di Kecamatan Garut Kota ini menimbulkan keresahan di masyarakat dan mendorong berbagai pihak untuk segera mengambil tindakan.
Video berdurasi singkat yang tersebar luas di media sosial pada pertengahan April 2025 memperlihatkan seorang pria yang diduga berprofesi sebagai dokter kandungan, melakukan tindakan tidak pantas kepada seorang pasien wanita dalam ruang periksa. Video tersebut menampilkan bukti visual yang dianggap kuat oleh netizen, sehingga membuat publik geram dan menuntut tindakan hukum segera.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, dokter berinisial MSF alias dr. I pernah bertugas di salah satu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kabupaten Garut, tepatnya di RSUD Malangbong. Namun, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut menegaskan bahwa dokter tersebut tidak lagi bekerja di rumah sakit tersebut dan tidak berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Ia hanya sempat bertugas sebagai tenaga medis yang bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Kepala Dinas Kesehatan Garut, Leli Yuliani, menyatakan bahwa pihaknya sudah menerima laporan mengenai video tersebut dan akan segera menelusuri lebih lanjut terkait kejadian tersebut. Ia juga menyampaikan bahwa Dinkes akan berkoordinasi dengan kepolisian dan pihak terkait untuk menindaklanjuti masalah ini secara hukum dan administratif.
Tak hanya pemerintah daerah, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga merespons cepat. Salah satu langkah awal yang dilakukan adalah menonaktifkan sementara Surat Tanda Registrasi (STR) dokter yang bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk mencegah dokter tersebut melakukan praktik medis lebih lanjut selama proses investigasi berlangsung. Penonaktifan STR menjadi langkah preventif guna menjaga keselamatan pasien dan mempertahankan kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan.
Kepolisian pun telah memulai penyelidikan. Beberapa pihak terkait, termasuk korban, pemilik klinik, serta staf lainnya akan dipanggil untuk memberikan keterangan. Proses pengumpulan barang bukti, termasuk rekaman CCTV yang viral, juga menjadi fokus utama dalam proses penyidikan. Pihak kepolisian menyampaikan bahwa mereka berkomitmen untuk mengusut kasus ini secara profesional dan transparan.
Kasus ini juga mengundang perhatian dari organisasi profesi medis, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Kedua organisasi tersebut menyayangkan kejadian ini dan menyatakan siap memberikan sanksi etik terhadap dokter yang bersangkutan bila terbukti bersalah. POGI menyatakan bahwa profesi dokter kandungan adalah profesi yang sangat dekat dengan privasi pasien, sehingga etika dan profesionalisme harus dijaga secara ketat.
Sementara itu, reaksi masyarakat di media sosial sangat keras. Banyak yang menuntut agar dokter tersebut dicabut izin praktiknya secara permanen dan diproses secara hukum hingga tuntas. Sebagian netizen juga mengangkat pentingnya pemasangan CCTV di ruang praktik medis, dengan tetap memperhatikan privasi pasien, sebagai upaya pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama dalam sistem pengawasan profesi tenaga medis. Kepercayaan pasien terhadap tenaga medis adalah fondasi utama dalam pelayanan kesehatan. Jika kepercayaan itu rusak oleh oknum, maka dampaknya bisa sangat luas, tidak hanya bagi korban secara pribadi, tetapi juga terhadap citra profesi kedokteran secara umum.
Masyarakat kini menunggu hasil penyelidikan dari aparat penegak hukum dan tindakan disipliner dari pihak berwenang. Banyak pihak berharap agar kasus ini tidak berhenti di tengah jalan dan menjadi momentum untuk memperbaiki sistem perlindungan pasien, khususnya dalam praktik medis yang berkaitan erat dengan pemeriksaan fisik atau organ reproduksi.
Dalam situasi seperti ini, keberanian korban untuk melaporkan serta dukungan dari masyarakat menjadi kunci penting dalam menciptakan keadilan. Pemerintah, aparat hukum, dan organisasi profesi harus bersinergi untuk memastikan bahwa kasus ini tidak berulang, dan tenaga medis yang tidak memiliki integritas dapat ditindak tegas.
Kasus ini juga menunjukkan perlunya peningkatan literasi hukum dan kesehatan bagi masyarakat, agar pasien lebih berani bersuara saat merasa dirugikan. Selain itu, lembaga kesehatan seharusnya memiliki sistem pengaduan yang lebih responsif dan ramah korban, serta menjamin kerahasiaan identitas pelapor. Pengawasan ketat terhadap praktik dokter oleh pihak otoritas kesehatan harus diperkuat, termasuk evaluasi rutin terhadap etika dan perilaku tenaga medis. Lebih dari sekadar proses hukum, penyelesaian kasus ini harus menjadi momentum refleksi dan reformasi dalam dunia kesehatan.
Baca juga : Era 5G di Indonesia, Kominfo Lelang 3 Frekuensi Utama Awal Tahun Depan
Baca juga : Waspada, Menimbun File di Ponsel Bisa Ganggu Mental
Pewarta : Alam
Nasi Tumpeng: Perpaduan Rasa, Budaya, dan Makna
Lifestyle | 12 Dec 2024 - 14:55 WIB
Edu/Tech | 10 Jul 2025 - 09:00 WIB
Edu/Tech | 10 Jul 2025 - 08:55 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 17:55 WIB
Hukum & Politik | 28 May 2025 - 17:17 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 16:59 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB
Entertainment | 05 Sep 2024 - 18:43 WIB