Depresi: Faktor Lingkungan atau Genetik?

2024-12-02 13:29:54

Depresi: Faktor Lingkungan atau Genetik?
Sumber Gambar: lifestyle.kompas.com

JelajahJawa (02/12) - Banyak aspek dalam lingkungan sekitar yang dapat berkontribusi pada munculnya kondisi depresi seseorang. 


Hal ini dapat diakibatkan oleh tekanan pekerjaan yang jauh lebih besar dari biasanya, kesulitan ekonomi yang terus meningkat dan pengaruh hubungan sosial.


Selain itu, konflik dalam hubungan pribadi baik dengan orang lain, anggota keluarga, maupun rasa bersalah yang muncul tanpa alasan jelas juga dapat menjadi pemicu stres emosional yang mendalam.


Namun, di luar faktor-faktor tersebut, apakah mungkin kondisi depresi ini dipengaruhi oleh aspek genetik?


Mayor Kesehatan Dr. Hary Purwono, seorang dokter spesialis kejiwaan, memberikan penjelasan terkait hal ini melalui kanal YouTube TribunHealth.com. 


Dalam diskusinya, ia membahas tentang berbagai pemicu depresi yang sering menjadi perhatian masyarakat. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah faktor genetik turut berperan dalam menyebabkan depresi.


Menurut penjelasan Mayor Kesehatan. Dr. Hary, secara umum depresi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu gangguan depresi mayor (major depressive disorder) dan gangguan bipolar (bipolar disorder).


"Kalau faktor genetik sebenarnya kita mungkin sering mendengar tentang gangguan bipolar. Jadi begini, kalau kita bicara depresi secara garis besar itu dibagi menjadi dua. Ada yang namanya mayor depression disorder atau gangguan depresi mayor, ada yang namanya gangguan depresi bipolar," ujar Mayor Kesehatan Dr. Hary. 


Ia menjelaskan bahwa gangguan depresi mayor dan bipolar sebenarnya merupakan dua kondisi yang memiliki perbedaan mendasar, baik dalam hal gejala yang ditunjukkan maupun dalam pola perkembangan masing-masing gangguan yang terkadang tidak sama.


"Jadi depresi mayor dan depresi bipolar ini sebenarnya dua hal yang berbeda secara signifikan. Secara gejala dan perjalanannya kadang juga berbeda," Jelas Mayor Kesehatan Dr. Hary.


Ketika membahas tentang kemungkinan adanya risiko yang dipengaruhi oleh faktor genetik, Dr. Hary Purwono menjelaskan bahwa hal ini lebih sering terkait dengan gangguan bipolar. 


Menurutnya, individu yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bipolar cenderung lebih rentan mengalami kondisi serupa dibandingkan mereka yang tidak memiliki risiko genetik tersebut.


Mayor Kesehatan Dr. Hary juga menambahkan bahwa gangguan bipolar bukan hanya sekedar kondisi yang ditandai oleh bagian depresi berat. 


Gangguan ini juga dapat mencakup bagian manik, yaitu keadaan dimana seseorang merasa sangat berenergi, penuh percaya diri, dan cenderung melakukan aktivitas berlebihan atau bagian hipomanik sebagai bentuk mania dengan tingkat yang lebih ringan tetapi tetap berdampak pada kehidupan sehari-hari.


"Kalau seandainya kita berbicara tentang kondisi risiko genetik, itu sebenarnya lebih ke arah gangguan depresi bipolar. Dimana memang persentase angka kejadiannya itu cenderung lebih rentan pada orang yang memiliki risiko genetik dengan gangguan afektif bipolar," lanjutnya. 


"Nah, kalau kita bicara bipolar, tidak hanya kondisi depresi juga mungkin bisa ke arah kondisi manik ataupun hipomanik," tambahnya.


Dr. Hary Purwono, seorang dokter spesialis kejiwaan menjelaskan bahwa kasus depresi yang sampai mengarah pada tindakan melukai diri sendiri atau munculnya pikiran tentang kematian seringkali berkaitan dengan gangguan bipolar. 


Kondisi ini umumnya terjadi secara mendadak dengan perkembangan gejala yang berlangsung dalam waktu singkat. Bahkan hal ini dapat muncul tanpa adanya pemicu stres yang berat atau signifikan.


Ia menambahkan bahwa orang yang mengalami situasi seperti ini berpotensi mengambil keputusan ekstrim, seperti mencoba mengakhiri hidup atau melakukan percobaan bunuh diri. 


Perubahan suasana hati yang sangat drastis dan tidak terduga ini menjadi salah satu ciri khas dari gangguan bipolar yang memerlukan penanganan serius dan tepat waktu.


"Kondisi depresi yang sampai menyakiti diri sendiri ataupun bisa mencapai berpikir tentang kematian, itu adalah umumnya terjadi pada gangguan depresi yang bipolar. Jadi bisa dalam waktu yang cukup cepat, proses perjalanan penyakitnya juga cukup cepat, gejalanya cepat sekali timbul tanpa ada stresor mungkin yang signifikan atau yang sangat berat. Dia tiba-tiba dapat memutuskan untuk mengakhiri hidup, percobaan bunuh diri. Jadi seperti itu." tandas Mayor Kesehatan Dr. Hary.

Berita Lainnya

Document