
Lonjakan Global Penderita Diabetes, Indonesia Masuk Daftar Negara Tertinggi
Lifestyle | 15 Nov 2024 - 11:10 WIB
2025-04-29 14:50:05
Fenomena wisuda sekolah dasar hingga taman kanak-kanak kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, pernyataan anggota DPR RI Dedi Mulyadi soal maraknya wisuda anak-anak menuai perbincangan luas. Dalam pandangannya, praktik wisuda untuk siswa TK, SD, hingga SMP dinilai terlalu berlebihan dan justru menjadi beban bagi orang tua. Namun, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) menyatakan bahwa wisuda tetap diperbolehkan selama tidak membebani orang tua siswa.
Polemik soal wisuda ini berawal dari keluhan masyarakat yang menilai acara seremonial tersebut sudah melenceng dari tujuan utamanya. Beberapa orang tua mengaku harus mengeluarkan uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah hanya untuk menyewa toga, membeli suvenir, membayar dokumentasi, bahkan menyewa gedung. Hal ini tentu bertolak belakang dengan prinsip pendidikan yang seharusnya berfokus pada esensi pembelajaran dan pengembangan karakter anak, bukan pada seremonial yang berlebihan.
Dedi Mulyadi dalam pernyataannya menyoroti bahwa wisuda seperti itu seolah membebani orang tua secara finansial, apalagi bila dilakukan tiap jenjang. “TK wisuda, SD wisuda, SMP wisuda, SMA wisuda. Apa harus semuanya wisuda? Ini jadi ajang formalitas yang tidak perlu dan memaksa orang tua keluar biaya besar,” ujar Dedi.
Ia juga menambahkan bahwa kegiatan tersebut sebenarnya tidak wajib dan seharusnya tidak dipaksakan. Menurutnya, sekolah bisa mencari cara lain yang lebih sederhana namun tetap bermakna untuk menandai kelulusan siswa. “Lebih baik diadakan acara perpisahan sederhana, syukuran, atau karya siswa yang bisa dinikmati bersama,” katanya.
Tanggapan Kemendikbudristek: Boleh, Asal Tidak Membebani
Menanggapi hal tersebut, Dirjen PAUD Dikdasmen, Nunun Rahmawati, menegaskan bahwa tidak ada larangan resmi dari pemerintah terkait pelaksanaan wisuda. Namun ia mengingatkan agar pelaksanaannya dilakukan secara bijak, tidak bersifat wajib, serta tidak memberatkan secara ekonomi.
“Wisuda itu boleh, tapi bukan sesuatu yang wajib. Sekolah harus memahami bahwa tidak semua orang tua mampu mengeluarkan biaya besar untuk acara seperti itu,” jelas Nunun.
Kemendikbudristek mendorong agar sekolah berdialog dengan komite sekolah dan orang tua dalam mengambil keputusan mengenai acara wisuda. Transparansi, musyawarah, dan kesepakatan bersama menjadi kunci agar tidak terjadi pemaksaan.
Ia juga mengingatkan agar sekolah tidak menjadikan wisuda sebagai ajang komersialisasi. “Kalau sampai ada pungutan tidak wajar, atau orang tua dipaksa menyewa pakaian mahal, ini jelas menyalahi prinsip pendidikan inklusif dan ramah anak,” tambahnya.
Tradisi atau Beban? Perspektif Psikolog dan Praktisi Pendidikan
Dari sisi psikologis, wisuda di usia dini bisa memberikan pengalaman emosional positif bagi anak. Psikolog anak, Ratna Mulyani, mengatakan bahwa momen tersebut bisa menjadi bentuk pengakuan atas capaian anak. Namun, ia menekankan bahwa nilai simbolis itu tidak harus diiringi dengan beban ekonomi yang berlebihan.
“Anak usia TK atau SD tidak mengerti arti dari toga atau panggung megah. Yang mereka butuhkan hanyalah pengakuan dan kebanggaan dari guru dan orang tua,” ujar Ratna.
Senada dengan itu, praktisi pendidikan Anies Wijaya menekankan pentingnya menyeimbangkan antara simbol perayaan dan kesederhanaan. “Wisuda itu bukan dosa. Tapi ketika jadi ajang unjuk gengsi dan memberatkan, di situlah masalahnya,” ucapnya.
Anies juga menyarankan agar sekolah membuat acara kelulusan yang lebih kreatif, seperti pameran karya siswa, pertunjukan seni, atau piknik bersama guru dan orang tua. “Itu jauh lebih bermakna dan mendidik, sekaligus mempererat hubungan emosional,” katanya.
Solusi: Wisuda Murah, Meriah, dan Bermakna
Dalam menghadapi kontroversi ini, beberapa sekolah mulai mengambil langkah bijak. Misalnya, ada sekolah yang menggelar wisuda sederhana di halaman sekolah tanpa biaya tambahan. Para guru membuat dekorasi sendiri, dan orang tua cukup membawa makanan dari rumah. Suasana kekeluargaan justru menjadi nilai tambah acara tersebut.
Langkah-langkah seperti ini bisa menjadi contoh nyata bahwa wisuda tidak harus mahal untuk menjadi berkesan. Pendidikan yang bermakna tak selalu identik dengan kemewahan.
Kesimpulannya, wisuda memang bukan sesuatu yang harus dihapus, namun perlu dilaksanakan dengan penuh pertimbangan. Sekolah, orang tua, dan pemangku kepentingan harus bekerja sama memastikan bahwa setiap perayaan kelulusan benar-benar menjadi momen bahagia—bukan beban tambahan.
Baca juga : Chandrika Chika Dilaporkan atas Dugaan Penganiayaan
Baca juga : Korea Utara Sewot! Proyek Perisai Rudal Golden Dome Amerika Disebut Sangat Bahaya
Pewarta : Hamzah
Lonjakan Global Penderita Diabetes, Indonesia Masuk Daftar Negara Tertinggi
Lifestyle | 15 Nov 2024 - 11:10 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 17:55 WIB
Hukum & Politik | 28 May 2025 - 17:17 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 16:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:27 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB
Entertainment | 05 Sep 2024 - 18:43 WIB