Jelajah Jawa.id – Berani coba kuliner ekstrem? Di dataran tinggi Vietnam, ada satu sajian musiman yang bikin penasaran sekaligus bikin merinding: tumis ulat cassia. Meski tampak menjijikkan, makanan ini justru diburu karena rasanya yang gurih, teksturnya yang renyah-lembut, dan aromanya yang menggoda.
Dari ulat pohon ke hidangan populer
Setiap Maret dan April, pohon kayu manis (cassia) di Vietnam dipenuhi ulat kuning yang sedang bersiap menjadi kepompong. Tapi alih-alih dibiarkan bermetamorfosis, masyarakat lokal justru memanennya untuk dijadikan bahan makanan bernilai tinggi.
Dipuasakan dulu, baru ditumis
Sebelum dimasak, ulat cassia dipelihara hidup-hidup selama 4–6 jam. Tujuannya? Agar mereka membuang sisa makanan di perut secara alami. Setelah itu, ulat dibersihkan, direbus sebentar, lalu dimasak dengan cara favorit warga lokal: ditumis dengan minyak babi, bawang putih, bawang merah, dan daun jeruk purut.
Hasil akhirnya adalah sajian berwarna keemasan, renyah di luar dan lembut di dalam — mirip kepompong ulat sutra tapi lebih gurih dan tidak terlalu berminyak.
Harganya setara seafood
Karena hanya bisa dipanen setahun sekali, ulat cassia termasuk kuliner langka dan mahal. Di daerah asalnya, harganya berkisar Rp130.000–Rp160.000 per kilogram. Di luar daerah, bisa naik hingga Rp265.000 — setara udang atau cumi segar.
Rasanya gurih, tapi bisa bikin gatal
Tumis ulat cassia disebut punya rasa gurih seperti kacang, dengan aroma khas yang menggoda. Tapi perlu hati-hati — bagi yang alergi, menyantap hidangan ini bisa menimbulkan gatal-gatal di kulit. Disarankan coba sedikit dulu, terutama bagi wisatawan atau penikmat kuliner ekstrem pemula.