51,7% Masyarakat Indonesia Konsumsi Gorengan, Waspadai Risiko Jantung dan Kanker
Lifestyle | 15 Nov 2024 - 11:03 WIB
2024-11-21 13:40:00
JelajahJawa.id (21/11) - Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Kebijakan ini mengacu pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah disahkan pada 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa kenaikan PPN penting untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sri Mulyani juga menyebut APBN sebagai instrumen penting untuk menyerap dampak krisis ekonomi global.
"APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya karena APBN itu harus berfungsi dan mampu merespon dalam episode global financial crisis. Countercyclical tetap harus kita jaga,” ujarnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Rabu (13/11).
Dampak bagi Perekonomian dan Rumah Tangga
Kajian dari LPEM FEB UI menunjukkan bahwa kenaikan PPN dapat memicu kenaikan harga barang dan jasa, meningkatkan tekanan inflasi, serta menurunkan daya beli masyarakat, terutama rumah tangga berpenghasilan rendah.
Baca juga: 64.751 Pekerja Alami PHK: Sektor Manufaktur dan Ekonomi Indonesia Tertekan
Teuku Riefky, ekonom dari LPEM FEB UI, menyoroti bahwa rumah tangga miskin akan menghadapi penurunan daya beli yang lebih besar dibandingkan rumah tangga kaya.
Menurut Teuku, saat tarif PPN masih 10% pada periode 2020–2021, rumah tangga dari kelompok 20% terkaya mengalokasikan 5,10% dari total pengeluarannya untuk PPN, sedangkan rumah tangga dari kelompok 20% termiskin hanya mengalokasikan 4,15%.
Setelah tarif PPN naik menjadi 11% pada 2022–2023, beban rumah tangga kaya meningkat menjadi 5,64% dari pengeluaran, sementara rumah tangga miskin hanya menanggung 4,79%.
Barang dan Jasa yang Tidak Kena PPN
Meski tarif PPN naik, ada sejumlah barang dan jasa yang dikecualikan dari pajak ini. Berdasarkan UU HPP, beberapa di antaranya adalah:
Baca juga: Penetapan UMP 2025 Ditunda, Buruh Tuntut Kenaikan Hingga 20%
Makanan dan minuman yang disajikan di restoran, hotel, warung, rumah makan, dan tempat sejenisnya termasuk dalam objek pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait. Hal ini mencakup makanan dan minuman yang dikonsumsi langsung di tempat, dibawa pulang, atau disediakan melalui jasa catering atau boga.
Uang, emas batangan yang digunakan untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat berharga
Jasa keagamaan
Jasa kesenian dan hiburan
Jasa perhotelan, berupa penyewaan kamar atau ruangan
Jasa penyediaan tempat parkir, termasuk dalam objek pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum. Misalnya kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya berdasarkan perundang-undangan.
Baca juga : FOMO di Era Media Sosial: Arti, Dampak, dan Solusi Efektif untuk Mengatasinya
Baca juga : Terancam 12 Tahun Penjara: Skincare MH Milik Mira Hayati Positif Merkuri
Pewarta : Ami Fatimatuz Zahro'
51,7% Masyarakat Indonesia Konsumsi Gorengan, Waspadai Risiko Jantung dan Kanker
Lifestyle | 15 Nov 2024 - 11:03 WIB
Entertainment | 21 Nov 2024 - 14:35 WIB
Entertainment | 21 Nov 2024 - 14:23 WIB
Entertainment | 21 Nov 2024 - 14:07 WIB
Hukum & Politik | 21 Nov 2024 - 13:45 WIB
Financial | 21 Nov 2024 - 13:40 WIB
Financial | 02 Sep 2024 - 11:32 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB