Mengenal Sejarah Istilah Imlek dan Perubahannya di Indonesia

2025-01-28 22:41:15

Mengenal Sejarah Istilah Imlek dan Perubahannya di Indonesia
Sumber Gambar: Pontianak Info-Disway

JelajahJawa (28/1/2025) — Imlek atau Tahun Baru China merupakan perayaan penting bagi masyarakat Tionghoa di seluruh dunia. Namun, istilah “Imlek” sendiri sebenarnya unik dan hanya digunakan di Indonesia. Di negara asalnya, China, perayaan ini disebut dengan istilah lain, yakni “Sin Cia,” yang berasal dari bahasa Mandarin. Perbedaan istilah ini ternyata tidak hanya terkait dengan budaya, tetapi juga erat kaitannya dengan sejarah politik di Indonesia, khususnya pada era Orde Baru.


Asal Usul Istilah “Imlek”


Istilah “Imlek” berasal dari dialek Hokkien, salah satu bahasa daerah Tionghoa yang sering digunakan oleh komunitas Tionghoa di Indonesia. Kata “Imlek” terdiri dari dua suku kata, “im” yang berarti bulan dan “lek” yang berarti penanggalan. Secara harfiah, Imlek berarti kalender bulan. Penamaan ini berbeda dari istilah yang digunakan di China. Pada Perayaan Tahun Baru China disebut “Sin Cia” atau dalam bahasa Mandarin, 春节 (Chūn Jié) yang berarti Festival Musim Semi.


Perbedaan istilah ini tidak sepenuhnya murni karena budaya. Pada masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, pemerintah melarang penggunaan simbol, bahasa, dan tradisi yang dianggap berbau China, termasuk penggunaan istilah Mandarin dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, istilah “Imlek” dari dialek Hokkien dianggap lebih netral dan diterima untuk digunakan di Indonesia.


Pelarangan Tradisi Tionghoa di Era Orde Baru


Larangan terhadap budaya Tionghoa bermula pada Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China. Aturan ini menjadi dasar hukum yang membatasi kebebasan ekspresi budaya Tionghoa, termasuk perayaan Tahun Baru China. Dalam aturan tersebut, kegiatan budaya seperti perayaan Imlek, penggunaan bahasa Mandarin, dan lagu-lagu tradisional Tionghoa dilarang.


Larangan ini tidak lepas dari konteks politik saat itu. Soeharto dikenal memiliki kebijakan anti-komunis yang ketat, dan kebijakan tersebut diperluas hingga mencakup budaya Tionghoa. Kebebasan merayakan Imlek dianggap sebagai ancaman terhadap ideologi Pancasila yang dijadikan dasar negara. Akibatnya, perayaan Imlek harus dilakukan secara diam-diam tanpa libur nasional seperti sekarang.


Runtuhnya Diskriminasi di Era Reformasi


Situasi berubah drastis setelah jatuhnya rezim Orde Baru pada 1998. Di era reformasi, Presiden B.J. Habibie mulai membuka ruang bagi kebebasan berekspresi, termasuk pencabutan aturan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Langkah ini dilanjutkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang secara resmi mencabut Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967. Gus Dur juga menetapkan Imlek sebagai hari besar nasional.


Pada tahun 2002, Imlek pertama kali dirayakan secara terbuka dan disertai hari libur nasional pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Perubahan ini menjadi tonggak sejarah penting bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia. Mereka akhirnya bisa mengekspresikan budaya dan tradisi secara bebas tanpa rasa takut.


Diskriminasi yang Belum Sepenuhnya Hilang


Meski aturan diskriminasi sudah dicabut, stigma dan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia tidak sepenuhnya hilang. Diskriminasi yang berlangsung selama puluhan tahun telah menciptakan persepsi negatif yang mengakar di sebagian masyarakat. Dalam beberapa kasus, stereotip dan prasangka terhadap komunitas Tionghoa masih ditemukan, meskipun skala dan intensitasnya telah menurun dibandingkan masa lalu.


Imlek Sebagai Simbol Kebhinekaan


Saat ini, Imlek telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia yang dirayakan secara terbuka. Tidak hanya masyarakat Tionghoa, banyak masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang turut memeriahkan perayaan ini. Kegiatan seperti barongsai, angpao, dan hiasan khas Imlek kini dapat ditemukan dengan mudah di tempat umum saat mendekati perayaan Tahun Baru China.


Perubahan ini menunjukkan bahwa Imlek bukan hanya perayaan etnis, melainkan juga simbol keberagaman dan kebhinekaan yang menjadi kekayaan Indonesia. Perjalanan sejarah Imlek yang penuh tantangan hingga menjadi bagian dari tradisi nasional adalah bukti bahwa toleransi dan penerimaan terhadap perbedaan adalah hal yang dapat dicapai dengan kesadaran bersama.


Berita Lainnya

Document