Banjir di Luwu Sulsel Rendam 11 Desa: Warga Mengungsi, Harapan Masih Mengalir

2025-04-14 23:21:51

Banjir di Luwu Sulsel Rendam 11 Desa: Warga Mengungsi, Harapan Masih Mengalir
Sumber Gambar: https://images.app.goo.gl/AYJruDP4zhWyaPvy6

Malam yang seharusnya tenang di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, berubah menjadi kepanikan. Hujan deras yang turun tanpa henti sejak sore menjelma menjadi banjir besar, merendam sedikitnya 11 desa di tiga kecamatan. Air datang begitu cepat, seperti tak memberi waktu bagi warga untuk bersiap. Dalam hitungan jam, rumah-rumah terendam, jalanan berubah jadi sungai, dan kehidupan yang tenang berubah menjadi darurat.

Menurut data dari BPBD Luwu, banjir ini merata di sejumlah wilayah, mulai dari Kecamatan Larompong, Suli, hingga Bajo. Curah hujan tinggi yang berlangsung lebih dari 12 jam membuat Sungai Rongkong dan anak-anak sungainya tak mampu lagi menampung debit air. Dalam kondisi itu, air pun meluap, mengalir ke pemukiman warga, menenggelamkan sawah, jalan raya, hingga sekolah dan rumah ibadah. Ketinggian air bahkan mencapai 1,5 meter di beberapa titik.

Tak kurang dari 2.000 kepala keluarga terdampak. Ratusan di antaranya terpaksa meninggalkan rumah dan mengungsi ke balai desa, masjid, dan sekolah yang difungsikan sebagai pos darurat. Wajah-wajah lelah dan cemas memenuhi tenda pengungsian. Anak-anak menggigil di pelukan ibu mereka, sementara para lansia berusaha tetap tegar meski jelas mereka kelelahan. "Kami keluar rumah hanya dengan baju di badan," ujar Pak Ahmad, warga Desa Salupao. "Air datang terlalu cepat. Saya cuma sempat angkat anak-anak ke atas kasur, lalu semuanya tenggelam juga."

Selain rumah warga, fasilitas umum ikut lumpuh. Beberapa jembatan rusak, akses jalan terputus, dan sejumlah kendaraan hanyut terbawa arus. Listrik padam di banyak titik karena tiang roboh dan gardu terendam. Komunikasi pun terganggu. Untuk mencapai desa-desa terdampak, petugas gabungan harus menggunakan perahu karet dan rakit darurat. Bantuan logistik pun tertahan di jalur utama yang tak bisa dilalui kendaraan.

Meski situasi sulit, respons cepat datang dari banyak pihak. BPBD, TNI, Polri, relawan kemanusiaan, hingga warga yang tak terdampak langsung turun tangan membantu. Mereka membuka dapur umum, mengantar makanan dengan gerobak dan perahu, mendirikan tenda, dan memberikan layanan medis darurat. Di tengah bencana, solidaritas terasa begitu kuat seolah bencana ini mengingatkan kembali bahwa satu-satunya cara bertahan adalah bersama.

Bupati Luwu pun turun langsung ke lokasi banjir. Ia menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan status tanggap darurat dan mengerahkan semua sumber daya untuk penanganan bencana. “Kami terus memantau kondisi cuaca dan mempercepat distribusi bantuan. Kami juga mengimbau warga untuk tidak kembali ke rumah sampai kondisi benar-benar aman,” tegasnya.

Di pengungsian, cerita warga satu per satu terungkap. Ibu Rina, seorang ibu dua anak, mengaku masih syok karena kehilangan hampir seluruh isi rumahnya. “Saya baru saja selesai bayar cicilan kulkas dan mesin cuci,” katanya lirih. “Semua tenggelam. Tapi saya masih bersyukur, anak-anak selamat. Itu yang paling penting.”

Banjir ini tak hanya menyapu benda-benda fisik, tapi juga menyisakan trauma emosional. Banyak anak-anak yang kini ketakutan saat hujan mulai turun kembali. Para orang tua pun resah akan masa depan bagaimana membangun ulang rumah, bagaimana menghidupi keluarga sementara ladang dan ternak ikut tenggelam?

Namun di balik kerusakan, harapan masih menyala. Bantuan mulai mengalir dari berbagai pihak. Komunitas, organisasi sosial, hingga netizen di media sosial ikut menyuarakan kebutuhan para korban. Donasi, makanan, selimut, hingga air bersih mulai berdatangan. Semangat gotong royong yang selama ini menjadi identitas bangsa kembali muncul dalam wujud nyata.

Belum ada laporan korban jiwa sejauh ini, tapi kerugian material dipastikan tak sedikit. Pemerintah tengah menghitung nilai kerugian dan menyusun rencana rehabilitasi pasca-bencana. Jalan yang rusak harus diperbaiki, rumah dibangun kembali, dan kehidupan warga perlahan harus dipulihkan.

Kejadian ini menjadi pengingat betapa rentannya kita terhadap perubahan cuaca ekstrem dan pentingnya kesiapsiagaan. Banyak pihak kini mendorong evaluasi sistem peringatan dini, perbaikan saluran air, hingga edukasi masyarakat soal mitigasi bencana. Karena banjir bukanlah musuh yang datang tiba-tiba ia bisa dicegah, atau setidaknya diredam, jika kita semua siap dan sadar.

Untuk warga Luwu, cobaan ini mungkin belum selesai. Tapi seperti sungai yang meluap, mereka pun akan terus mengalir menghadapi, bertahan, dan bangkit. Dan di tengah air yang belum surut sepenuhnya, satu hal tetap terasa kuat: harapan tak pernah tenggelam.

Baca juga : ARMY Merapat, BTS Pop-Up : Space Of BTS Ada di Jakarta!

Baca juga : Waspada! 15 Aplikasi Berbahaya di Google Play Store Bisa Menguras Rekening

Pewarta : Fahmi Rifaldi

Bagikan Artikel Ini

Bagaimana Menurutmu?

0
0
0
0
0
0
0

Berita Lainnya

Document