PBB: AI Akan Pengaruhi 40 Persen Pekerjaan di Dunia

2025-04-19 17:56:42

PBB: AI Akan Pengaruhi 40 Persen Pekerjaan di Dunia
Sumber Gambar: Kompas

Kecerdasan buatan (AI) bukan lagi sekadar topik futuristik yang hanya dibicarakan dalam film atau forum teknologi tinggi. Hari ini, AI telah menjadi bagian nyata dalam kehidupan sehari-hari, dari rekomendasi tontonan di Netflix hingga otomatisasi dalam industri manufaktur. Namun, laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membawa kabar yang memicu kekhawatiran sekaligus perenungan mendalam: sekitar 40 persen pekerjaan di dunia akan terpengaruh oleh kehadiran AI.


Laporan ini dirilis oleh International Labour Organization (ILO), badan khusus di bawah PBB yang fokus pada isu ketenagakerjaan. Dalam laporannya, ILO menekankan bahwa AI, terutama AI generatif seperti ChatGPT, akan mengubah cara kerja manusia secara signifikan, bukan hanya menggantikan tugas-tugas teknis, tetapi juga merambah ke pekerjaan administratif dan kreatif.


AI: Ancaman atau Peluang?


Pertanyaan besar yang muncul adalah: apakah AI benar-benar akan mengambil alih pekerjaan manusia, atau justru membuka peluang baru? PBB menjawabnya dengan pendekatan seimbang.


Menurut ILO, AI tidak akan secara langsung menggantikan pekerjaan secara masif, melainkan akan "mengganggu" pekerjaan tersebut, yakni mengubah cara pekerjaan dilakukan. Misalnya, pekerjaan seperti penginput data, pengelolaan dokumen, atau bahkan pembuatan konten kini sudah bisa dibantu—dan sebagian digantikan—oleh sistem AI.


Namun, bukan berarti manusia akan kehilangan peran. Sebaliknya, mereka yang mampu beradaptasi dan mengembangkan keterampilan baru justru berpotensi menjadi lebih produktif dan efisien.


Dampak Terbesar pada Pekerja Kantoran


Yang mengejutkan, laporan ILO menunjukkan bahwa pekerjaan kantoran justru menjadi yang paling rentan terdampak AI. Di antaranya adalah profesi administratif, sekretaris, akuntan, hingga customer service yang sudah mulai banyak beralih ke sistem otomatis atau chatbot.


“AI generatif bukan hanya soal teknologi, tapi soal siapa yang memegang kendali atasnya,” kata Gilbert Houngbo, Direktur Jenderal ILO. Ia menekankan bahwa pemanfaatan AI harus dilakukan dengan pendekatan yang berpusat pada manusia, agar tidak menciptakan ketimpangan baru di pasar kerja global.


Negara Berkembang Vs Negara Maju


Salah satu aspek penting dari laporan ini adalah ketimpangan dampak AI antara negara maju dan negara berkembang.


Negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, atau Jepang diprediksi akan mengalami perubahan yang lebih besar karena lebih banyak pekerjaan berbasis digital dan sistem yang siap menerima otomatisasi. Sementara itu, negara berkembang cenderung memiliki pasar kerja informal dan berbasis fisik, sehingga dampaknya lebih kecil dalam jangka pendek—namun bukan berarti aman dari perubahan.


Namun, hal ini juga menjadi tantangan. Negara berkembang bisa tertinggal dalam kompetisi global jika tidak mulai berinvestasi dalam pengembangan teknologi dan pelatihan keterampilan digital.


Peran Pendidikan dan Pelatihan Ulang


PBB menekankan bahwa investasi dalam pendidikan dan pelatihan ulang (reskilling) adalah kunci untuk menghadapi gelombang perubahan ini. Dunia kerja ke depan membutuhkan keterampilan yang berbeda dari yang dibutuhkan satu dekade lalu—terutama dalam hal literasi digital, pemahaman data, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis.


Pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan di seluruh dunia didorong untuk berkolaborasi dalam menyusun strategi adaptif terhadap perkembangan teknologi ini. Pelatihan ulang harus diakses tidak hanya oleh generasi muda, tetapi juga pekerja usia produktif yang saat ini berisiko terdampak.


AI dan Masa Depan Keadilan Sosial


Laporan PBB ini juga menyoroti risiko terjadinya kesenjangan sosial yang lebih lebar jika AI hanya dinikmati oleh kelompok tertentu. Tanpa kebijakan yang tepat, AI bisa memperburuk ketidaksetaraan antara mereka yang memiliki akses terhadap teknologi dan pelatihan, dengan mereka yang tidak.


Karenanya, peran pemerintah sangat penting dalam memastikan keadilan sosial tetap terjaga di era digital. Regulasi yang adil, inklusif, dan berpihak pada pekerja harus segera disusun, terutama dalam menghadapi dominasi perusahaan teknologi raksasa.


Kesimpulan: Siapkah Kita Hadapi Gelombang AI?


Peringatan PBB bukan untuk menciptakan ketakutan, melainkan untuk membuka mata dunia: AI bukan masa depan yang jauh, tapi kenyataan hari ini. Bagi sebagian orang, AI akan menjadi alat bantu luar biasa. Bagi yang lain, bisa menjadi ancaman nyata terhadap kelangsungan kerja.


Namun satu hal yang pasti, masa depan pekerjaan bukan hanya ditentukan oleh teknologi, tetapi oleh bagaimana manusia merespons dan beradaptasi. Dunia perlu bergerak cepat agar transisi ini menja

di lompatan kemajuan—bukan krisis global.


Baca juga : Viral! Masak Mi Instan Pakai Plastik

Baca juga : Mengungkap Asal-Usul Rawon dalam Prasasti Taji

Pewarta : Hamzah

Bagikan Artikel Ini

Bagaimana Menurutmu?

0
0
0
0
0
0
0

Berita Lainnya

Document