
Google Maps Ubah Nama Teluk Meksiko, Apa Alasan di Baliknya?
Internasional | 28 Jan 2025 - 22:23 WIB
2025-04-21 11:39:17
Jelajah Jawa – Pada Senin, 21 April 2025 – Dalam beberapa waktu terakhir, perhatian masyarakat kembali tertuju pada penyakit yang sudah lama dikenal namun masih menjadi ancaman nyata, terutama di Indonesia—yakni kusta, atau dalam istilah medis dikenal sebagai penyakit Hansen.
Data dari Kementerian Kesehatan RI mencatat bahwa sepanjang tahun 2023, terdapat 14.376 kasus baru kusta di Indonesia. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah kasus kusta terbanyak ketiga di dunia, setelah India dan Brasil. Bahkan, beberapa wilayah seperti Lebak di Banten dan Pamekasan di Jawa Timur turut melaporkan puluhan kasus baru sepanjang tahun 2024.
Lalu, apa sebenarnya kusta itu? Dan bagaimana kita bisa membedakan antara kusta kering dan kusta basah?
Mengenal Kusta: Penyakit yang Tak Boleh Diabaikan
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi (terutama di tangan dan kaki), serta bagian lain seperti saluran pernapasan atas.
Meskipun tergolong penyakit yang sudah dikenal sejak lama, kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan disabilitas permanen bila tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, memahami gejala dan jenisnya menjadi langkah awal yang sangat penting.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membagi kusta menjadi dua jenis utama berdasarkan tingkat keparahan dan jumlah bakteri dalam tubuh penderita:
Jenis kusta ini tergolong lebih ringan. Ciri-cirinya antara lain:
Jumlah bercak (lesi) di kulit: Sedikit, biasanya hanya 1 hingga 5 lesi.
Tes bakteri: Negatif saat dilakukan pemeriksaan apusan kulit.
Gejala khas: Muncul bercak kulit yang mati rasa, namun tidak disertai pembesaran saraf yang signifikan.
Risiko penularan: Relatif rendah karena jumlah bakteri sangat sedikit.
Penderita kusta kering biasanya hanya mengalami perubahan warna kulit dan sedikit gangguan rasa pada area yang terinfeksi. Jika ditangani sejak dini, kemungkinan sembuh total sangat tinggi.
Berbeda dengan kusta kering, jenis ini lebih berat dan lebih mudah menular. Ciri-cirinya:
Jumlah bercak kulit: Banyak, bisa lebih dari 5 lesi di berbagai area tubuh.
Tes bakteri: Positif pada pemeriksaan apusan kulit.
Gejala khas: Bercak luas disertai mati rasa, dan biasanya terjadi pembesaran saraf tepi yang bisa menyebabkan kecacatan.
Risiko penularan: Lebih tinggi karena banyaknya bakteri dalam tubuh penderita.
Kusta basah perlu mendapatkan perhatian serius karena bisa merusak fungsi saraf secara permanen jika pengobatan terlambat dilakukan.
Bagaimana Cara Mengobatinya?
Untungnya, kusta bisa disembuhkan. WHO telah merekomendasikan pengobatan dengan Multidrug Therapy (MDT)—kombinasi beberapa jenis antibiotik untuk membunuh bakteri penyebab kusta.
Berikut rincian waktu dan obat yang digunakan:
Kusta kering (PB): Pengobatan selama 6 bulan dengan kombinasi rifampisin dan dapsone.
Kusta basah (MB): Pengobatan selama 12 bulan dengan kombinasi rifampisin, dapsone, dan clofazimin.
Selama pengobatan, penderita disarankan rutin memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan dan mengikuti arahan tenaga medis agar pengobatan berjalan efektif dan risiko penularan menurun.
Langkah Pencegahan: Jangan Tunggu Sampai Terlambat
Meskipun kusta bisa disembuhkan, pencegahan dan deteksi dini tetap menjadi kunci utama untuk menghindari komplikasi.
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:
Perhatikan gejala awal
Jika kamu atau orang terdekat menemukan bercak kulit yang mati rasa, perubahan warna kulit, atau gejala mencurigakan lain—jangan tunda untuk periksa ke puskesmas atau klinik terdekat. Semakin cepat diketahui, semakin mudah ditangani.
Pemeriksaan rutin bagi keluarga serumah
Kusta memang tidak mudah menular, tapi kontak erat dan berkepanjangan tetap berisiko. Oleh karena itu, anggota keluarga dari pasien kusta disarankan menjalani pemeriksaan rutin agar gejala bisa dideteksi sejak dini.
Edukasi dan hilangkan stigma
Banyak penderita kusta enggan mencari pengobatan karena takut diasingkan atau dikucilkan. Padahal, kusta tidak seberbahaya itu jika ditangani dengan tepat. Masyarakat perlu memahami bahwa penderita kusta tetap bisa disembuhkan dan menjalani hidup seperti biasa. Menumbuhkan empati dan menghapus stigma adalah langkah penting dalam mengurangi angka kasus di masa depan.
Penutup: Jangan Takut, Tapi Tetap Waspada
Dengan lebih dari 14.000 kasus baru di Indonesia dalam satu tahun, kusta jelas bukan penyakit yang bisa dianggap remeh. Namun, dengan pengetahuan yang cukup, deteksi dini, dan pengobatan yang tepat, penyakit ini bisa dikendalikan bahkan disembuhkan total.
Kusta bukan kutukan. Ia adalah penyakit seperti lainnya—yang bisa diobati, dan yang paling penting, bisa dicegah. Yuk, bersama-sama kita sebarkan informasi yang benar dan bantu hentikan penyebaran kusta dengan tidak lagi menutup mata!
Baca juga : Mengenal Mi Lethek, Sajian Otentik Khas Bantul
Baca juga : Minho SHINee Jatuh Cinta pada Kuliner Indonesia
Pewarta : Muhammad Aditya Suryo
Google Maps Ubah Nama Teluk Meksiko, Apa Alasan di Baliknya?
Internasional | 28 Jan 2025 - 22:23 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 17:55 WIB
Hukum & Politik | 28 May 2025 - 17:17 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 16:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:27 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB
Entertainment | 05 Sep 2024 - 18:43 WIB