
10 Makanan Populer di Kalangan Anak Muda
Lifestyle | 23 Dec 2024 - 18:32 WIB
2025-01-30 13:24:50
JelajahJawa (30/1/2025) — Russian Kimble, seorang pendeta dari Gereja Broadway United Methodist di Orlando, Florida, baru-baru ini memicu kontroversi dengan identitasnya yang mengklaim sebagai bagian dari komunitas LGBTQ+. Dalam salah satu ibadahnya, Kimble membuka kesempatan kepada jemaat untuk memberikan usulan nama drag, sebuah praktik yang dikenal dalam dunia LGBTQ+ di mana seseorang, umumnya pria, berdandan dengan cara feminin dan memilih nama panggung sebagai drag queen. Hal ini memicu diskusi sengit mengenai relevansi praktik tersebut dalam konteks agama.
Kimble, yang mengenakan jubah dengan motif pelangi dan salib meliuk yang juga dihiasi warna pelangi, simbol khas komunitas gay, menegaskan bahwa dia bangga dengan identitas seksualnya sebagai seorang pria gay. Bahkan, dalam salah satu momen khotbahnya, Kimble mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada penata rias yang merias wajahnya untuk kesempatan tersebut. Perilaku dan pemikiran ini memunculkan perdebatan panjang di kalangan umat Kristen, dengan banyak yang melihatnya sebagai sebuah kemurtadan terhadap ajaran agama, sementara sebagian lainnya mendukungnya sebagai sebuah bentuk inklusivitas dan kebebasan berekspresi.
Pendeta Kimble berargumen bahwa ia tidak dapat menjadi seorang pendeta yang bangga dengan identitas gay-nya tanpa dukungan komunitas yang mendukung keberagaman. Menurutnya, gereja dan masyarakatnya harus lebih menerima dan merangkul orang-orang dengan identitas seksual yang berbeda.
Namun, hal ini mendapat kritik keras dari sebagian besar kalangan Kristen yang menganggap bahwa ajaran agama, terutama dalam konteks agama Kristen, tidak sesuai dengan praktik semacam ini. Mereka menilai bahwa gereja seharusnya menjadi tempat suci dan mimbar adalah ruang yang harus dihormati, bukan dijadikan tempat untuk mengekspresikan identitas seksual secara terbuka.
Bagi sebagian pihak, tindakan seperti yang dilakukan oleh Kimble tidak hanya merusak citra gereja, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai Kristen yang mengajarkan moralitas dan kehidupan suci. Mereka merujuk pada kitab suci yang menegaskan bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan, dan hubungan seksual seharusnya hanya terjadi dalam pernikahan antara laki-laki dan perempuan.
Dengan demikian, banyak yang berpendapat bahwa penggabungan identitas LGBTQ+ dengan agama Kristen adalah sebuah penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang seharusnya dipertanggungjawabkan di hadapan jemaat.
Namun, di sisi lain, ada yang menganggap bahwa gereja perlu mengikuti perkembangan zaman dan menerima perbedaan, terutama dalam konteks inklusivitas. Mereka menilai bahwa agama harus menjadi tempat perlindungan bagi siapa saja, tanpa memandang latar belakang seksual atau gender seseorang.
Bagi mereka, tindakan Kimble adalah upaya untuk membuka ruang bagi lebih banyak orang yang merasa terpinggirkan oleh agama, dan bahwa gereja perlu mengedepankan kasih sayang serta pengertian tanpa memandang orientasi seksual.
Baca juga : Benarkah Kopi Bisa Mencegah Kantuk? Ini Faktanya!
Baca juga : Viral! Aksi Penembakan Brutal di Tol Tangerang-Merak Tewaskan Satu Orang
Pewarta : Faja Faradila
10 Makanan Populer di Kalangan Anak Muda
Lifestyle | 23 Dec 2024 - 18:32 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 17:55 WIB
Hukum & Politik | 28 May 2025 - 17:17 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 16:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:27 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB
Entertainment | 05 Sep 2024 - 18:43 WIB