Mitos Gerhana Bulan di Jawa: Tradisi dan Kepercayaan yang Masih Hidup

2025-03-13 18:55:30

Mitos Gerhana Bulan di Jawa: Tradisi dan Kepercayaan yang Masih Hidup
Sumber Gambar: https://news.detik.com/

Fenomena gerhana bulan selalu menarik perhatian masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk di Jawa. Selain menjadi peristiwa astronomi yang menakjubkan, gerhana bulan juga lekat dengan berbagai mitos dan kepercayaan yang diwariskan turun-temurun. Bagi masyarakat Jawa, gerhana bulan bukan sekadar fenomena alam, tetapi juga memiliki makna spiritual dan budaya yang mendalam.

Batara Kala dan Ritual Pengusiran

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, gerhana bulan dikaitkan dengan sosok Batara Kala, raksasa jahat yang dipercaya sedang menelan bulan. Untuk mengusir Batara Kala dan mengembalikan cahaya bulan, masyarakat melakukan ritual dengan menabuh lesung atau alat-alat lain yang berbunyi nyaring. Suara keras diyakini dapat mengusir roh jahat dan mengembalikan keseimbangan alam.

Selain itu, ibu hamil juga menjadi perhatian khusus saat gerhana berlangsung. Mereka dianjurkan untuk mengolesi perut dengan abu dapur sebagai bentuk perlindungan bagi janin. Kepercayaan ini masih dipraktikkan di beberapa daerah di Jawa hingga saat ini, meskipun penjelasan ilmiah tentang gerhana bulan telah semakin dipahami oleh masyarakat modern.

Larangan dan Pantangan Saat Gerhana

Selain ritual pengusiran Batara Kala, terdapat pula sejumlah pantangan yang dipercaya harus dihindari saat gerhana bulan terjadi. Beberapa masyarakat melarang ibu hamil keluar rumah karena dikhawatirkan akan membawa pengaruh buruk bagi bayi dalam kandungan. Ada pula kepercayaan yang menyatakan bahwa makanan yang dimasak saat gerhana berlangsung dapat membawa kesialan atau bahkan penyakit.

Tidak hanya di Jawa, kepercayaan serupa juga ditemukan dalam budaya lain. Suku Inca, misalnya, percaya bahwa gerhana bulan terjadi karena jaguar memakan bulan, yang dianggap sebagai pertanda buruk. Sementara itu, beberapa budaya lain memiliki tradisi unik seperti menggunakan pakaian merah atau menggantung peniti sebagai simbol perlindungan dari bahaya.

Dampak Kepercayaan terhadap Masyarakat

Mitos-mitos yang berkaitan dengan gerhana bulan tidak hanya menjadi bagian dari cerita rakyat, tetapi juga memengaruhi perilaku masyarakat. Saat gerhana terjadi, banyak orang memilih untuk berdiam diri di rumah, berdoa, atau melaksanakan salat gerhana bagi yang beragama Islam. Selain sebagai bentuk ibadah, hal ini juga menjadi cara masyarakat untuk menenangkan diri dari ketakutan yang diwariskan secara turun-temurun.

Beberapa ritual dan kepercayaan mungkin terdengar tidak masuk akal di era modern ini. Namun, di sisi lain, tradisi ini mencerminkan eratnya hubungan masyarakat Jawa dengan alam dan siklus kehidupan. Kepercayaan terhadap mitos gerhana bulan juga menunjukkan bagaimana manusia berusaha memahami fenomena alam sebelum ilmu pengetahuan berkembang pesat.

Tradisi yang Tetap Hidup di Era Modern

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, masyarakat kini memiliki pemahaman ilmiah mengenai gerhana bulan. Namun, bukan berarti tradisi dan kepercayaan lama sepenuhnya ditinggalkan. Banyak masyarakat Jawa yang masih menjalankan ritual-ritual tersebut sebagai bagian dari warisan budaya. Bagi mereka, tradisi ini bukan sekadar mitos, melainkan simbol kebersamaan dan penghormatan terhadap kearifan lokal.

Dengan adanya gerhana bulan total yang diperkirakan akan terjadi pada 14-15 Maret 2025, masyarakat Jawa mungkin akan kembali melaksanakan ritual dan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun. Meskipun pemahaman modern telah mengubah cara pandang kita terhadap fenomena ini, kepercayaan dan tradisi tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat Jawa.

Berita Lainnya

Document