Jokowi Digugat Warga Rp300 Juta Terkait Penjualan Mobil Esemka: Gugatan Aufaa Luqmana Sorot Transparansi Proyek Nasional

2025-04-10 13:22:30

Jokowi Digugat Warga Rp300 Juta Terkait Penjualan Mobil Esemka: Gugatan Aufaa Luqmana Sorot Transparansi Proyek Nasional
Sumber Gambar: https://banggaikep.go.id/portal/kabar-gembira-presiden-ri-jokowi-bakal-kunjungi-bangkep/

Jelajah Jawa – Kamis, 10 April 2025 - Presiden Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, kembali menjadi bahan perbincangan publik. Bukan karena kebijakan politik atau aktivitas kenegaraan, melainkan karena gugatan perdata yang dilayangkan oleh seorang warga negara bernama Aufaa Luqmana. Pria tersebut resmi menggugat Jokowi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas dugaan kerugian yang ia alami akibat proyek mobil Esemka—proyek otomotif nasional yang dahulu digadang-gadang sebagai simbol kemandirian industri Indonesia.

Nilai gugatan yang diajukan tidak tanggung-tanggung, yaitu sebesar Rp300 juta. Gugatan ini tak hanya menarik dari sisi hukum, tetapi juga menyentil kembali janji-janji lama yang sempat membangkitkan rasa nasionalisme masyarakat terhadap produk buatan dalam negeri. Masyarakat pun ramai memperbincangkan: apakah proyek Esemka hanya sekadar pencitraan politik atau memang pernah dimaksudkan sebagai upaya riil pembangunan industri otomotif nasional?


Mobil Esemka pertama kali mencuri perhatian publik pada awal 2010-an, saat Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Ia menggunakan mobil Esemka sebagai kendaraan dinas dan memperkenalkannya sebagai karya anak bangsa, dirakit oleh siswa SMK di Solo dengan pengawasan teknisi lokal. Langkah ini menuai pujian dari berbagai kalangan dan dinilai sebagai gebrakan berani yang membangkitkan semangat nasionalisme.

Narasi ini kemudian terus dibawa hingga Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2012, dan berlanjut saat ia mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia. Esemka bukan hanya mobil, tetapi telah menjadi simbol perjuangan kemandirian Indonesia dalam industri otomotif, bersaing dengan merek Jepang, Korea, dan Eropa.

Namun setelah sekian tahun, publik mulai mempertanyakan keberadaan mobil Esemka. Meskipun pada 2019 pabrik mobil Esemka resmi diluncurkan di Boyolali, Jawa Tengah, distribusi kendaraan tersebut sangat terbatas. Tidak banyak unit yang beredar di jalanan, dan penjualannya tidak transparan. Banyak masyarakat yang bertanya-tanya: di mana sebenarnya mobil Esemka sekarang?


Dalam gugatan yang diajukan ke PN Jakarta Pusat, Aufaa Luqmana menyatakan bahwa dirinya mengalami kerugian baik secara materiil maupun immateriil karena narasi mobil Esemka yang dinilainya tidak sesuai fakta. Ia menyebut bahwa sebagai warga negara, ia merasa tertipu oleh pernyataan Jokowi yang selama bertahun-tahun mempromosikan Esemka sebagai mobil buatan anak bangsa.

“Saya percaya pada narasi bahwa Esemka adalah proyek nasionalis. Saya merasa tertipu, karena ternyata produksinya tidak transparan, tidak bisa diakses publik, dan komponen mobilnya bukan sepenuhnya buatan dalam negeri,” ungkap Aufaa dalam wawancara dengan sejumlah media.

Aufaa juga mengaku sempat berusaha membeli mobil Esemka pada 2020 sebagai bentuk dukungan terhadap produk dalam negeri. Namun, tidak ada jaringan dealer resmi, tidak ada layanan purna jual yang jelas, bahkan ia tidak bisa mendapatkan informasi yang valid tentang bagaimana bisa membeli mobil tersebut.

Gugatan sebesar Rp300 juta yang diajukan terdiri dari:

  • Rp100 juta untuk kerugian psikologis dan kekecewaan moral;

  • Rp150 juta untuk pemborosan waktu, tenaga, dan biaya dalam upaya mencari dan mengakses mobil Esemka;

  • Rp50 juta sebagai kompensasi atas dampak sosial yang ia alami akibat menyebarkan narasi dukungan terhadap Esemka di lingkungannya, yang belakangan terbukti tidak relevan.

Gugatan terhadap Presiden RI tentu menimbulkan pertanyaan hukum yang besar. Apakah seorang warga negara bisa menggugat presiden yang masih menjabat? Dalam hukum Indonesia, Presiden memiliki kekebalan terbatas selama menjalankan tugas-tugas kenegaraannya. Namun, jika tindakan yang digugat terjadi di luar kapasitas kenegaraan—misalnya sebagai individu sebelum menjabat presiden—maka pengadilan tetap bisa menerima gugatan tersebut untuk diperiksa.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Kurniawan Sihombing, mengatakan bahwa gugatan Aufaa Luqmana memiliki celah hukum untuk diuji.

“Kalau gugatan ini diarahkan pada tindakan pribadi Jokowi saat belum menjabat sebagai presiden, misalnya saat masih menjabat Wali Kota Solo atau Gubernur DKI Jakarta, maka status kekebalan presiden tidak berlaku. Tapi tetap, penggugat harus membuktikan adanya hubungan kausal antara pernyataan Jokowi dan kerugian nyata yang ia alami,” ujar Prof. Kurniawan.

Ia menambahkan bahwa gugatan ini bisa menjadi preseden hukum dalam menguji akuntabilitas pernyataan publik seorang tokoh politik terhadap masyarakat.


Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Presiden Joko Widodo atau pihak Istana Negara. Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, hanya mengatakan bahwa pihaknya belum menerima informasi lengkap terkait gugatan tersebut dan akan menindaklanjuti jika ada pemberitahuan resmi dari pengadilan.

Namun beberapa tokoh politik yang dekat dengan Jokowi menyebut bahwa gugatan tersebut tidak memiliki dasar hukum kuat.

“Ini bagian dari demokrasi, tapi kita harus pisahkan mana opini publik dan mana yang bisa dibuktikan secara hukum. Proyek Esemka memang punya tantangan, tapi itu tidak berarti ada niat menipu rakyat,” kata anggota DPR dari fraksi PDIP, Ahmad Basarah.

Di media sosial, perbincangan mengenai gugatan ini meluas dengan cepat. Banyak netizen yang mengangkat kembali video-video lama Jokowi yang mempromosikan Esemka, disandingkan dengan kondisi industri Esemka saat ini yang nyaris tak terdengar.

Tagar #EsemkaGate dan #GugatanJokowi sempat trending di platform X (dulu Twitter). Beberapa pengguna menyatakan bahwa gugatan ini menjadi pengingat bahwa rakyat berhak meminta pertanggungjawaban atas janji-janji politik. Namun, ada pula yang menganggap bahwa gugatan ini terlalu personal dan cenderung berlebihan.

Akun @rakyatkritis menulis, “Kalau Esemka ternyata cuma narasi kampanye, rakyat berhak tahu. Jangan sampai nasionalisme dijadikan alat politik kosong.”

Namun ada juga yang skeptis, seperti akun @putrawibowo: “Nggak usah lebay lah, semua orang juga tahu Esemka itu proyek kecil. Nggak perlu digugat sampai Rp300 juta.

Gugatan Aufaa Luqmana terhadap Presiden Jokowi terkait proyek Esemka menjadi sinyal penting dalam dinamika demokrasi Indonesia. Ini adalah bentuk partisipasi aktif warga negara dalam menuntut akuntabilitas terhadap janji-janji publik, khususnya yang memengaruhi persepsi dan kepercayaan masyarakat.

Apakah gugatan ini akan dikabulkan atau tidak, masih menjadi kewenangan pengadilan. Namun yang jelas, kasus ini menyoroti pentingnya transparansi, kejelasan data, serta keseriusan dalam membangun proyek-proyek nasional yang melibatkan emosi dan harapan rakyat.

Bagi sebagian orang, Esemka hanya sebuah mobil. Tapi bagi yang lain, Esemka adalah simbol harapan yang belum terpenuhi.


Baca juga : 6 Rekomendasi Tempat Makan di Kawasan Blok M

Baca juga : Squid Game 2 Segera Tayang di Netflix

Pewarta : Dava

Bagikan Artikel Ini

Bagaimana Menurutmu?

0
0
0
0
0
0
0

Berita Lainnya

Document