
Polisi Gencar Memburu Gembong Narkoba Internasional Fredy Pratama
Hukum & Politik | 07 Dec 2024 - 23:34 WIB
2025-04-16 11:14:21
Jelajah Jawa – Pada Rabu, 16 April 2025 – Belakangan ini, serial Netflix berjudul “Adolescence” tengah menjadi perbincangan hangat, terutama di kalangan orangtua. Serial tersebut menggambarkan kisah tragis seorang remaja laki-laki bernama Jamie (13 tahun) yang membunuh teman sekolahnya, Katie, setelah terpapar konten bermuatan radikalisme gender di media sosial. Jamie banyak mengonsumsi konten yang sarat dengan maskulinitas toksik dan pandangan misoginis, yang akhirnya mempengaruhi pola pikir dan tindakannya.
Kisah dalam serial tersebut menggambarkan realitas yang cukup mencemaskan, yakni bagaimana remaja sangat mudah terpengaruh oleh apa yang mereka lihat di media sosial. Psikolog klinis anak dan remaja, Lydia Agnes Gultom, M.Psi., menyebutkan bahwa ada tiga alasan utama mengapa hal ini terjadi. Menurutnya, faktor perkembangan remaja secara psikologis dan biologis punya peranan besar dalam hal ini.
“Kalau dilihat dari sisi psikologi, ada tiga aspek utama yang membuat remaja rentan terhadap konten negatif di media sosial, yaitu perkembangan kognitif, perkembangan sosial-emosional, dan perkembangan otak,” jelas Agnes saat diwawancarai oleh Kompas.com, Minggu (13/4/2025). Agnes saat ini juga bertugas sebagai Penyuluh Sosial Ahli Muda di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
1. Perkembangan Kognitif: Rasa Ingin Tahu yang Tinggi
Fase remaja adalah masa di mana seseorang mulai mengembangkan kemampuan berpikir secara abstrak. Mereka mulai banyak mempertanyakan hal-hal di sekitarnya, ingin memahami berbagai konsep yang sebelumnya belum mereka kenal. Pada usia ini, remaja sudah bisa berpikir secara kompleks, namun belum sepenuhnya matang dalam menyaring informasi.
“Remaja mulai mempertanyakan banyak hal—mereka ingin tahu lebih banyak dan biasanya mencarinya lewat internet atau media sosial,” ujar Agnes. Konten-konten yang mereka temui bisa sangat beragam, mulai dari hiburan, pendidikan, hingga konten berbahaya seperti radikalisme, kekerasan, atau konten yang menormalisasi perilaku agresif terhadap gender tertentu.
Karena rasa penasaran yang tinggi namun belum diimbangi dengan kemampuan berpikir kritis yang matang, remaja bisa saja menyerap informasi begitu saja tanpa memfilternya terlebih dahulu.
2. Perkembangan Sosial-Emosional: Mencari Identitas dan Penerimaan
Remaja juga sedang berada pada tahap penting dalam perkembangan sosial dan emosional. Pada fase ini, mereka mulai mencari jati diri dan ingin diakui oleh lingkungan sekitarnya. Mereka lebih peduli terhadap pendapat teman-teman sebaya dibanding orang dewasa atau keluarga.
“Remaja ingin merasa diterima, ingin terlihat keren, ingin cocok dengan lingkungan pergaulannya. Ini yang membuat mereka mudah mengikuti tren atau pola pikir tertentu yang mereka lihat di media sosial,” jelas Agnes.
Tidak jarang, demi dianggap relevan atau diterima, remaja bisa meniru gaya berpikir, gaya berpakaian, bahkan pandangan ekstrem yang mereka lihat secara berulang-ulang di media sosial. Tanpa arahan atau bimbingan yang tepat, hal ini bisa membentuk karakter atau nilai-nilai yang menyimpang dari norma sosial yang sehat.
3. Perkembangan Otak: Belum Mampu Menghitung Risiko dan Konsekuensi
Faktor ketiga yang tak kalah penting adalah perkembangan biologis otak remaja, khususnya di bagian prefrontal cortex—area otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan, perencanaan masa depan, dan pengendalian diri.
“Bagian otak ini belum sepenuhnya berkembang pada usia remaja. Perkembangannya baru benar-benar matang ketika seseorang memasuki usia pertengahan 20-an,” terang Agnes.
Artinya, remaja masih kesulitan dalam menilai risiko dan konsekuensi dari tindakan mereka. Mereka bisa saja bertindak impulsif, apalagi jika sedang dipengaruhi emosi atau dorongan dari luar. Apalagi, di masa pubertas, hormon-hormon juga sedang aktif-aktifnya, yang membuat emosi mereka sering kali lebih dominan daripada logika.
“Kalau mereka tidak dilatih untuk berpikir kritis, maka mereka bisa langsung percaya atau mengikuti apa pun yang mereka lihat, tanpa menyaring apakah itu benar, aman, atau bahkan membahayakan,” tambahnya.
Bisakah Media Sosial Dihindari?
Pertanyaannya, apakah remaja bisa dijauhkan sepenuhnya dari media sosial? Menurut Agnes, hal ini sangat tidak realistis. Generasi saat ini adalah generasi digital native—mereka lahir dan tumbuh di era digital. Media sosial bagi mereka bukan sekadar tempat hiburan, tapi juga wadah belajar, bersosialisasi, hingga berkomunikasi dengan guru atau keluarga.
“Bahkan banyak tugas sekolah yang melibatkan media sosial atau membutuhkan akses internet. Jadi, kita nggak bisa memisahkan mereka dari media sosial,” kata Agnes.
Media sosial sudah menjadi semacam ‘taman bermain’ modern, di mana remaja membangun relasi, mengekspresikan diri, hingga menggali informasi. Oleh karena itu, tantangan sebenarnya bukanlah menjauhkan mereka dari media sosial, melainkan membekali mereka dengan kemampuan untuk memilah mana konten yang sehat dan mana yang berbahaya.
Peran Orangtua: Menjadi ‘Rumah Aman’ bagi Anak
Agnes menekankan pentingnya peran orangtua dalam mendampingi anak-anak remaja menghadapi dunia digital. Orangtua perlu menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi anak untuk bertanya atau bercerita tentang hal-hal yang mereka lihat atau alami di media sosial.
“Kalau anak merasa aman bercerita, mereka akan terbuka saat menemukan konten yang membingungkan atau mengganggu,” jelasnya.
Daripada memarahi atau langsung melarang, akan lebih efektif jika orangtua mengajak anak berdiskusi, menanamkan nilai-nilai positif, dan melatih anak berpikir kritis. Dengan begitu, remaja bisa menjadi pengguna media sosial yang bijak, tanpa harus kehilangan ruang berekspresi dan bersosialisasi.
Baca juga : Diisukan Hamil, Azizah Salsha Malah Dihujat Netizen, Kok Bisa?
Baca juga : Ranking FIFA: Indonesia Diprediksi Tembus Urutan ke-123!
Pewarta : Muhammad Aditya Suryo
Polisi Gencar Memburu Gembong Narkoba Internasional Fredy Pratama
Hukum & Politik | 07 Dec 2024 - 23:34 WIB
Edu/Tech | 17 Apr 2025 - 12:09 WIB
Internasional | 17 Apr 2025 - 09:25 WIB
Edu/Tech | 16 Apr 2025 - 11:35 WIB
Lifestyle | 16 Apr 2025 - 11:14 WIB
Entertainment | 16 Apr 2025 - 10:44 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB
Entertainment | 05 Sep 2024 - 18:43 WIB