
Sleep Call: Antara Romantisme dan Bahaya Kesehatan
Lifestyle | 18 Nov 2024 - 13:02 WIB
2025-04-30 12:58:47
Pernyataan mengejutkan datang dari Bank Dunia (World Bank) yang menyebut bahwa sebanyak 60 persen penduduk Indonesia tergolong miskin jika mengacu pada standar negara berpenghasilan menengah atas. Temuan ini sontak memantik diskusi publik tentang kesenjangan sosial, efektivitas program pengentasan kemiskinan, serta arah kebijakan ekonomi Indonesia ke depan.
Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia menyoroti bahwa kendati tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia berhasil ditekan menjadi sekitar 9,4 persen berdasarkan garis kemiskinan nasional, angka tersebut melonjak tajam ketika standar global diterapkan. Dengan ambang batas baru sebesar US$3,65 per hari per kapita — standar yang digunakan untuk negara-negara berpenghasilan menengah atas — mayoritas warga Indonesia ternyata masih belum mencapai level kesejahteraan minimum.
Apa Arti “Miskin” Menurut Bank Dunia?
Bank Dunia memiliki tiga batas garis kemiskinan berdasarkan klasifikasi pendapatan negara:
US$2,15 per hari untuk negara berpendapatan rendah (low-income),
US$3,65 per hari untuk negara berpendapatan menengah bawah ke menengah atas (lower-middle income),
US$6,85 per hari untuk negara berpendapatan menengah atas hingga tinggi (upper-middle to high income).
Indonesia kini tergolong dalam kategori negara berpenghasilan menengah atas, maka indikator yang digunakan seharusnya mengacu pada standar US$3,65 atau bahkan US$6,85 per hari. Dalam konteks ini, Bank Dunia menyebut bahwa sekitar 60 persen masyarakat Indonesia belum mampu membelanjakan uang setara dengan US$3,65 per hari, atau sekitar Rp57 ribu (asumsi kurs Rp15.700/US$).
Mengapa Ini Penting?
Temuan ini sangat penting karena menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berhasil mengurangi angka kemiskinan ekstrem, kualitas hidup mayoritas penduduknya masih jauh dari ideal. Kesenjangan pendapatan, akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, serta kesempatan kerja yang layak masih menjadi tantangan besar.
Fakta bahwa sebagian besar masyarakat hidup dalam kategori “miskin” menurut standar global juga menjadi refleksi atas kualitas pembangunan ekonomi. Apakah pertumbuhan yang dicapai selama ini benar-benar inklusif? Atau hanya menguntungkan sebagian kalangan atas?
Tantangan Pembangunan dan Ketimpangan Sosial
Kesenjangan sosial di Indonesia bukan hal baru. Laporan dari berbagai lembaga internasional maupun nasional menunjukkan bahwa distribusi kekayaan di Tanah Air sangat timpang. Misalnya, menurut Oxfam dan INFID, 4 orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan setara dengan 100 juta warga termiskin.
Dengan tingkat pengangguran terbuka yang masih cukup tinggi di kalangan muda dan meningkatnya harga kebutuhan pokok, beban hidup masyarakat makin berat. Belum lagi tekanan dari digitalisasi ekonomi yang mempercepat perubahan struktur tenaga kerja, membuat kelompok rentan makin sulit beradaptasi.
Kebijakan Pemerintah: Sudah Tepatkah?
Pemerintah Indonesia melalui berbagai kementerian dan lembaga telah menggulirkan banyak program bantuan sosial seperti PKH (Program Keluarga Harapan), Bansos Sembako, serta subsidi energi untuk menekan beban masyarakat. Namun, efektivitas program-program ini kerap dipertanyakan.
Salah satu kritik utama adalah bahwa program tersebut hanya bersifat jangka pendek dan belum cukup menjawab akar persoalan struktural seperti pendidikan yang rendah, akses modal usaha, serta keterbatasan infrastruktur di daerah terpencil. Tanpa intervensi yang menyeluruh dan berkelanjutan, masyarakat rentan akan tetap berada dalam lingkaran kemiskinan.
Apa Solusinya?
Untuk mengangkat mayoritas rakyat Indonesia keluar dari kategori "miskin" versi global, dibutuhkan pendekatan pembangunan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat kecil. Beberapa solusi yang direkomendasikan oleh para ekonom meliputi:
Reformasi sistem perpajakan agar distribusi kekayaan lebih adil.
Investasi besar-besaran di sektor pendidikan dan kesehatan, khususnya di daerah tertinggal.
Pengembangan ekonomi lokal dan UMKM sebagai motor penggerak lapangan kerja.
Transformasi digital yang inklusif, agar masyarakat desa tidak tertinggal dalam revolusi teknologi.
Evaluasi ulang subsidi dan bantuan sosial agar lebih tepat sasaran dan produktif.
Kesimpulan
Peringatan dari Bank Dunia harus dilihat sebagai momentum reflektif, bukan sekadar kritik. Di tengah kemajuan makroekonomi yang terus digembar-gemborkan, realita bahwa 60 persen rakyat Indonesia masih hidup di bawah standar layak negara menengah atas adalah peringatan keras. Indonesia membutuhkan arah pembangunan baru — yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tapi juga keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata.
Baca juga : Benarkah Fluorida dalam Air Minum Dapat Menurunkan IQ Anak? Ini Penjelasannya
Baca juga : China Akan Balas Negara-negara yang Bekerja Sama dengan AS
Pewarta : Hamzah
Sleep Call: Antara Romantisme dan Bahaya Kesehatan
Lifestyle | 18 Nov 2024 - 13:02 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 17:55 WIB
Hukum & Politik | 28 May 2025 - 17:17 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 16:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:27 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB
Entertainment | 05 Sep 2024 - 18:43 WIB