
Pertemuan Jokowi-Prabowo, Ini Beberapa Faktanya!
Hukum & Politik | 07 Dec 2024 - 23:28 WIB
2025-05-10 09:53:54
Kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memantik kekhawatiran global. Di Indonesia, dampaknya mulai dirasakan oleh sektor-sektor padat karya seperti industri hasil tembakau (IHT). Serikat pekerja menyoroti bahwa kebijakan yang semakin menekan IHT bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masif, terlebih di tengah kondisi ekonomi global yang tak menentu.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengungkapkan bahwa aturan-aturan pemerintah seperti pembatasan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL), larangan zonasi penjualan, serta pelarangan iklan rokok, berpotensi besar menurunkan produksi industri tembakau. "Bila industri rokok diatur dengan ketat, produksi akan menurun dan berujung pada PHK," ujar Said Iqbal, Sabtu (10/5/2025). Menurutnya, kebijakan yang hanya menitikberatkan pada aspek kesehatan tanpa memperhitungkan dampak ketenagakerjaan adalah pendekatan yang keliru.
Ia menegaskan pentingnya solusi yang seimbang antara sektor kesehatan dan ketenagakerjaan. “Harus ada solusi win-win, tidak bisa ego sektoral kesehatan mengabaikan ketenagakerjaan, begitu sebaliknya. Duduk bersama dan petakan,” ujarnya. Said juga meminta agar pemerintah melibatkan semua pihak, termasuk produsen rokok, dalam penyusunan kebijakan agar bisa meminimalisasi risiko PHK massal.
Dampak aturan yang menekan industri rokok juga dirasakan di sektor periklanan. Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto, mengatakan bahwa iklan rokok selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar bagi industri iklan. Namun, sejak diberlakukannya PP 28/2024 yang melarang iklan rokok di internet dan membatasi penempatannya di ruang publik, banyak perusahaan periklanan mengalami penurunan pendapatan. "Kawan-kawan yang bergerak di iklan luar ruang merasakan dampaknya. Peraturan tentang larangan iklan rokok dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan, misalnya, mengurangi jumlah titik billboard yang bisa digunakan," ungkap Janoe.
Di sisi lain, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, meminta pemerintah untuk meninjau ulang tarif cukai hasil tembakau. Dalam rapat kerja bersama Dirjen Bea Cukai, ia menilai bahwa penerapan cukai yang eksesif bisa menyebabkan kontraksi produksi di sektor tembakau. Ia mencontohkan kondisi pabrik Gudang Garam yang kini mengalami penurunan produksi pada golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM I), meskipun permintaan di pasar tetap tinggi. “Kalau sistem tarif cukai ini eksesif dari sisi produksi dan penerimaan, harus dikaji ulang. Kita tak bisa terus menerus gunakan satu model tarif saja,” jelas Misbakhun.
Ia juga menyinggung kemungkinan meningkatnya impor tembakau sebagai dampak dari kekurangan bahan baku dalam negeri, dan meminta agar pemerintah menyusun strategi keluar (exit strategy) yang tepat. Jika kondisi ini dibiarkan, bukan hanya industri besar yang terpukul, tetapi juga petani tembakau dan buruh di lapis bawah yang akan menjadi korban.
Baca juga : Undangan Pernikahan Luna Maya Bocor, Akad Digelar 7 Mei 2025!
Baca juga : Kasus Guru Honorer Konawe Selatan Berujung Damai, Bupati Ajak Hidup Rukun
Pewarta : Eve
Pertemuan Jokowi-Prabowo, Ini Beberapa Faktanya!
Hukum & Politik | 07 Dec 2024 - 23:28 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 17:55 WIB
Hukum & Politik | 28 May 2025 - 17:17 WIB
Internasional | 28 May 2025 - 16:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:59 WIB
Hukum & Politik | 27 May 2025 - 13:27 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB
Entertainment | 05 Sep 2024 - 18:43 WIB