
Ditahan Imbang Yaman, Indonesia U-20 Tetap Lolos Piala Asia U-20 2025 China Sebagai Juara Grup
Internasional | 01 Oct 2024 - 21:45 WIB
2024-11-23 14:13:04
JelajahJawa.id (23/11) - Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 terus memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan.
Mulai dari petisi daring hingga ancaman aksi buruh, wacana ini menjadi topik hangat yang diperdebatkan di media sosial dan ruang publik.
Petisi daring yang digagas oleh akun @barengwarga di platform X (sebelumnya Twitter) berhasil menarik perhatian publik. Hingga Sabtu (23/11), petisi di laman Change.org tersebut telah mengumpulkan lebih dari 5.600 tanda tangan.
Petisi ini menyoroti dampak buruk kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat, yang dinilai masih belum pulih sejak pandemi dan pelemahan ekonomi.
“Rencana menaikan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik.” tulis inisiator petisi.
Mereka juga menggarisbawahi masalah pengangguran yang masih tinggi, mengacu pada data BPS yang mencatat 4,91 juta pengangguran terbuka per Agustus 2024.
Selain petisi, reaksi keras juga datang dari kalangan buruh. Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengancam akan melakukan aksi mogok nasional dengan melibatkan lima juta buruh jika kenaikan PPN tetap diberlakukan.
"Jika pemerintah tetap melanjutkan kenaikan PPN menjadi 12 persen apalagi tidak diimbangi kenaikan upah sesuai tuntutan, KSPI bersama serikat buruh lainnya akan melakukan mogok nasional dengan melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia," kata Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Selasa (19/11).
Menanggapi polemik ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian PPN adalah langkah yang sudah melalui pembahasan mendalam antara pemerintah dan DPR.
Baca juga: Sri Mulyani Naikkan Tarif PPN 12% Sesuai Mandat UU
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menjelaskan bahwa keputusan ini juga didasarkan pada kajian akademis dan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, serta fiskal.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyebut hasil pajak akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk program subsidi dan bantuan sosial, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), subsidi BBM, LPG 3 kg, dan subsidi listrik.
"Hal ini ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat terutama kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Di sisi lain, sebagai wujud kegotongroyongan orang pribadi yang memiliki penghasilan lebih dari Rp5 miliar dikenakan tarif tertinggi sebesar 35 persen," jelas Dwi.
Dwi juga menekankan tidak semua barang dikenakan PPN. Misalnya barang kebutuhan pokok mulai dari beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran.
(Afz)
Baca juga : Perpindahan Investor Asing ke Malaysia dan Singapura: Tantangan bagi Indonesia
Baca juga : Penyiraman Tanaman Canggih Petani Bantul Mengandalkan Teknologi Suara
Pewarta : Ami Fatimatuz Zahro'
Ditahan Imbang Yaman, Indonesia U-20 Tetap Lolos Piala Asia U-20 2025 China Sebagai Juara Grup
Internasional | 01 Oct 2024 - 21:45 WIB
Hukum & Politik | 14 Mar 2025 - 22:57 WIB
Hukum & Politik | 14 Mar 2025 - 22:55 WIB
Hukum & Politik | 14 Mar 2025 - 14:26 WIB
Financial | 14 Mar 2025 - 14:02 WIB
Edu/Tech | 13 Mar 2025 - 18:55 WIB
Financial | 02 Sep 2024 - 11:32 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB