Kenaikan PPN 12% pada 2025: Petisi Viral, Ancaman Mogok Buruh, dan Respons Pemerintah

2024-11-23 14:13:04

Kenaikan PPN 12% pada 2025: Petisi Viral, Ancaman Mogok Buruh, dan Respons Pemerintah
Sumber Gambar: Pexels

JelajahJawa.id (23/11) - Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 terus memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan. 

Mulai dari petisi daring hingga ancaman aksi buruh, wacana ini menjadi topik hangat yang diperdebatkan di media sosial dan ruang publik.

Petisi Tolak Kenaikan PPN Viral di Media Sosial

Petisi daring yang digagas oleh akun @barengwarga di platform X (sebelumnya Twitter) berhasil menarik perhatian publik. Hingga Sabtu (23/11), petisi di laman Change.org tersebut telah mengumpulkan lebih dari 5.600 tanda tangan. 


Baca juga: PPN Direncanakan Naik 12 Persen di 2025, Ini Daftar Barang yang Tidak TerdampakPPN Direncanakan Naik 12 Persen di 2025, Ini Daftar Barang yang Tidak Terdampak


Petisi ini menyoroti dampak buruk kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat, yang dinilai masih belum pulih sejak pandemi dan pelemahan ekonomi.


“Rencana menaikan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik.” tulis inisiator petisi. 


Mereka juga menggarisbawahi masalah pengangguran yang masih tinggi, mengacu pada data BPS yang mencatat 4,91 juta pengangguran terbuka per Agustus 2024.


Selain petisi, reaksi keras juga datang dari kalangan buruh. Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengancam akan melakukan aksi mogok nasional dengan melibatkan lima juta buruh jika kenaikan PPN tetap diberlakukan.


"Jika pemerintah tetap melanjutkan kenaikan PPN menjadi 12 persen apalagi tidak diimbangi kenaikan upah sesuai tuntutan, KSPI bersama serikat buruh lainnya akan melakukan mogok nasional dengan melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia," kata Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Selasa (19/11).

Respons Pemerintah: PPN untuk Subsidi dan Program Sosial

Menanggapi polemik ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian PPN adalah langkah yang sudah melalui pembahasan mendalam antara pemerintah dan DPR.


Baca juga: Sri Mulyani Naikkan Tarif PPN 12% Sesuai Mandat UU

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menjelaskan bahwa keputusan ini juga didasarkan pada kajian akademis dan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, serta fiskal.


Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyebut hasil pajak akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk program subsidi dan bantuan sosial, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), subsidi BBM, LPG 3 kg, dan subsidi listrik.


"Hal ini ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat terutama kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Di sisi lain, sebagai wujud kegotongroyongan orang pribadi yang memiliki penghasilan lebih dari Rp5 miliar dikenakan tarif tertinggi sebesar 35 persen," jelas Dwi.


Dwi juga menekankan tidak semua barang dikenakan PPN. Misalnya barang kebutuhan pokok mulai dari beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran.

(Afz)

Berita Lainnya

Document