Brain Rot: Dampak Kecanduan Media Sosial

2024-12-05 18:36:55

Brain Rot: Dampak Kecanduan Media Sosial
Sumber Gambar: Freepik

JelajahJawa (05/12) - Belakangan ini istilah brain rot ramai diperbincangkan di media sosial. Frasa ini merujuk pada kondisi mental yang sering dialami setelah menghabiskan waktu terlalu lama untuk scrolling tanpa tujuan di platform digital seperti TikTok, Instagram, atau Twitter.

Aktivitas ini biasanya dilakukan tanpa berpikir mendalam dan hanya sekadar menikmati konten-konten ringan yang sering kali tidak memberikan nilai tambah.

Menariknya, istilah brain rot menjadi salah satu kata pilihan Oxford sebagai Word of The Year, mencerminkan peningkatan penggunaan kata ini sebesar 230% antara tahun 2023 dan 2024 sebagaimana dilaporkan oleh BBC.

Baca juga: FOMO di Era Media Sosial: Arti, Dampak, dan Solusi Efektif untuk Mengatasinya

Apa Itu 'Brain Rot'?

Secara harfiah brain rot dapat diterjemahkan sebagai "pembusukan otak". Istilah ini dipakai untuk menggambarkan perasaan lelah secara mental atau kebas emosional akibat terlalu banyak terpapar konten digital yang monoton atau berkualitas rendah.

Menurut Dr. Elena Touroni seorang psikolog dan pendiri The Chelsea Psychology Clinic, kondisi ini adalah bentuk kelelahan mental yang timbul dari kebiasaan menggulir media sosial tanpa henti, menonton serial secara maraton atau terlibat dalam aktivitas digital yang tidak memberikan stimulasi intelektual.

Fenomena ini sejatinya bukan hal baru, bahkan menurut Irish Examiner, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh penulis Amerika, Henry David Thoreau, dalam bukunya Walden (1854).

Namun, dalam era digital saat ini, istilah tersebut menjadi relevan kembali karena semakin banyak orang yang merasa "terjebak" dalam layar gadget mereka.

Baca juga: Mengurangi Kecanduan Teknologi: Apa itu Minimalisme Digital dan Mengapa Detoks Digital itu Penting?

Mengapa 'Brain Rot' Semakin Marak?

Dengan berkembangnya konten berdurasi pendek seperti TikTok dan Instagram Reels, waktu yang dihabiskan secara daring meningkat drastis. Hal ini memicu kesadaran akan dampak kebiasaan digital terhadap kesehatan mental dan kejernihan pikiran.

Craig Jackson seorang profesor psikologi di Birmingham City University menjelaskan bahwa meskipun brain rot tidak menyebabkan perubahan fisik pada otak, kondisi ini berhubungan erat dengan perubahan pola pikir dan perilaku seseorang.

Dampak Negatif 'Brain Rot'

Kondisi ini memiliki sejumlah efek negatif yang signifikan, seperti:

  • Penurunan Produktivitas: Waktu yang terbuang untuk scrolling mengurangi kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas penting.

  • Perasaan Tidak Puas dan Bersalah: Individu sering merasa bersalah setelah menyadari waktu yang telah mereka habiskan tanpa tujuan.

  • Kesehatan Mental Terganggu: Stres, kecemasan, hingga kehilangan tujuan hidup adalah beberapa dampak psikologis yang sering muncul.

  • Kesulitan Fokus: Kebiasaan ini dapat menghambat kemampuan untuk berkonsentrasi pada aktivitas yang lebih bermakna atau refleksi diri yang mendalam.

Baca juga: Hedonisme: Arti, Ciri-Ciri, Penyebab, dan Dampaknya

Cara Mengatasi 'Brain Rot'

Meskipun dampaknya serius, terdapat beberapa langkah untuk mengurangi risiko brain rot:

1.  Tetapkan Batasan
Kendalikan penggunaan media sosial dengan menetapkan waktu khusus. Hindari penggunaan berlebihan dengan membatasi durasinya setiap hari.

2.   Cari Aktivitas Alternatif
Gantikan kebiasaan scrolling dengan aktivitas yang lebih produktif seperti membaca buku, menulis jurnal, atau mengeksplorasi hobi baru.

3.   Tingkatkan Aktivitas Fisik
Berolahraga secara teratur, seperti berjalan kaki atau bersepeda, membantu menjernihkan pikiran dan meningkatkan konsentrasi.

4.   Lakukan Detoks Digital
Beristirahat sejenak dari media sosial bisa memberikan perspektif baru tentang hubungan Anda dengan teknologi.

5.   Latih Pikiran dengan Aktivitas yang Menantang
Cobalah mempelajari keterampilan baru, memecahkan teka-teki, atau berdiskusi dengan orang lain untuk merangsang otak.

Brain rot mencerminkan tantangan besar yang muncul di era digital, terutama dalam menjaga keseimbangan antara dunia maya dan kesejahteraan mental.

Dengan memahami penyebab dan dampaknya, serta menerapkan langkah-langkah pencegahan, kita dapat mengurangi risiko kondisi ini dan memanfaatkan teknologi secara lebih sehat dan bijaksana.

Berita Lainnya

Document