Dari YOLO ke YONO, Pergeseran Gaya Hidup Generasi Muda

2025-01-09 17:07:11

Dari YOLO ke YONO, Pergeseran Gaya Hidup Generasi Muda
Sumber Gambar: CNN Indonesia

JelajahJawa (9/1/2025) — Gaya hidup You Only Live Once (YOLO) sempat menjadi fenomena besar di kalangan generasi muda. Filosofi ini mengajarkan untuk hidup tanpa penyesalan dan menikmati momen sepenuhnya. Dalam praktiknya, YOLO seringkali dihubungkan dengan pengeluaran impulsif dan mengejar kesenangan sesaat, seperti berbelanja barang mewah, berwisata, atau mencoba berbagai pengalaman baru. 


Namun, tren ini perlahan bergeser. Kini, semakin banyak orang yang mengadopsi prinsip You Only Need Once (YONO), yang menekankan hidup sederhana, hemat, dan berorientasi pada kebutuhan, bukan keinginan.


Menurut Pengamat Psikososial dan Budaya, Endang Mariani, perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kritik terhadap gaya hidup hedonisme, meningkatnya popularitas tren minimalisme, serta kondisi ekonomi yang semakin menantang. Berikut adalah ulasan lengkap dikutip dari Kompas.com:


1. Perubahan Nilai Sosial dan Budaya


Gaya hidup YOLO sering diasosiasikan dengan kebiasaan impulsif dan konsumtif. Endang menjelaskan bahwa para penganut prinsip ini cenderung membeli apa pun yang diinginkan tanpa memikirkan konsekuensinya.


“Mereka merasa hidup hanya sekali, jadi harus dinikmati sepuasnya. Jika memiliki uang, mereka akan langsung membelanjakannya untuk memenuhi hasrat konsumtif,” ujar Endang.


Namun, pola hidup ini mulai mendapatkan kritik tajam, terutama karena dianggap tidak berkelanjutan dan merugikan dalam jangka panjang. Banyak orang yang terjebak dalam utang atau kesulitan finansial karena memaksakan gaya hidup YOLO, termasuk melalui pinjaman online.


Kritik tersebut mendorong munculnya kesadaran baru di masyarakat. Banyak yang mulai meninggalkan gaya hidup konsumtif dan mencari alternatif yang lebih rasional dan berkelanjutan. Prinsip YONO menawarkan solusi dengan mendorong seseorang untuk membeli barang atau layanan yang benar-benar dibutuhkan, bukan sekadar memuaskan keinginan sesaat.


2. Popularitas Gaya Hidup Minimalis


Selain kritik terhadap konsumerisme, tren minimalisme juga semakin populer dan menjadi antitesis dari gaya hidup YOLO. Minimalisme mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas, serta mendorong seseorang untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar penting.


“Minimalisme mengajarkan kita untuk lebih selektif dalam berbelanja, memilih barang yang tahan lama, dan mengurangi pembelian impulsif,” jelas Endang.


Konsep ini juga sejalan dengan prinsip eudaimonisme, yang mengutamakan kebahagiaan melalui pengembangan diri daripada memuaskan keinginan material. Dalam konteks ini, orang-orang mulai mencari makna hidup yang lebih mendalam, seperti menjalani hobi, mempererat hubungan sosial, atau mengejar cita-cita, daripada sekadar menikmati kesenangan sementara.


Hidup sebagai seorang hedonis memang terlihat menyenangkan, tetapi dalam kenyataannya, banyak orang merasa lelah karena harus terus mengejar standar gaya hidup yang tinggi. Gaya hidup minimalis dan prinsip YONO memberikan alternatif yang lebih menenangkan dan berfokus pada apa yang benar-benar penting dalam hidup.


3. Dampak Tekanan Ekonomi


Faktor lain yang turut mendorong pergeseran dari YOLO ke YONO adalah kondisi ekonomi. Ketidakstabilan ekonomi, meningkatnya biaya hidup, dan kesulitan mencari penghasilan membuat banyak orang lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan.


“Tekanan ekonomi membuat orang lebih realistis. Mereka mulai berpikir tentang kebutuhan jangka panjang dan mencari cara untuk hidup lebih hemat,” ujar Endang.


Prinsip YONO menjadi relevan di tengah kondisi ini karena mendorong individu untuk mengutamakan kebutuhan utama, seperti pendidikan, kesehatan, dan investasi, daripada membelanjakan uang untuk hal-hal yang kurang penting.


Hidup Bijak dengan Prinsip YONO


Prinsip YONO bukan hanya sekadar tren, melainkan sebuah pola pikir yang mengajarkan kita untuk hidup lebih bijaksana. Alih-alih fokus pada kesenangan sesaat, YONO membantu kita untuk memprioritaskan kebutuhan utama, menjaga stabilitas keuangan, dan menciptakan kehidupan yang lebih seimbang.


Bergesernya gaya hidup ini juga mencerminkan perubahan dalam cara pandang generasi muda terhadap kebahagiaan. Mereka mulai menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari barang-barang mewah atau pengalaman mahal, melainkan dari hubungan yang bermakna, kesehatan, dan pencapaian pribadi.


Dengan mengadopsi prinsip YONO, kita tidak hanya dapat hidup lebih hemat, tetapi juga membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat konsumerisme berlebihan. Prinsip ini mengajarkan kita untuk membeli barang yang benar-benar dibutuhkan, memilih produk yang tahan lama, dan mendukung bisnis yang berkelanjutan.


Pergeseran dari YOLO ke YONO adalah bukti bahwa masyarakat, terutama generasi muda, semakin bijaksana dalam menghadapi tantangan hidup. Di tengah berbagai tekanan, mereka mampu beradaptasi dengan mencari cara hidup yang lebih rasional, bermakna, dan berorientasi pada masa depan.


Baca juga : Solusi Nyeri: Kompres Mana yang Efektif?

Baca juga : Siapa Sangka, Serangga Kecil Ini Ternyata Menjadi Predator Terbaik

Pewarta : Faja Faradila

Bagikan Artikel Ini

Bagaimana Menurutmu?

0
0
0
0
0
0
0

Berita Lainnya

Document