Ekonomi China Melemah, Perusahaan Global Hadapi Penurunan Penjualan

2025-02-07 17:45:28

Ekonomi China Melemah, Perusahaan Global Hadapi Penurunan Penjualan
Sumber Gambar: CNBC Indonesia

JelajahJawa (7/2/2025) — Perlambatan ekonomi China terus menjadi sorotan, terutama dengan lemahnya daya beli konsumen yang diperburuk oleh meningkatnya angka pengangguran kaum muda serta krisis sektor real estat. Kondisi ini berdampak besar pada berbagai industri, termasuk bisnis minuman beralkohol, fesyen, dan barang konsumsi.


Dua perusahaan besar, Pernod Ricard dan Carlsberg, telah menyuarakan kekhawatiran mereka terkait permintaan yang terus melemah di pasar China. Para eksekutif perusahaan tersebut melihat sedikit tanda-tanda perbaikan dalam waktu dekat, yang berpotensi memperburuk prospek bisnis mereka hingga 2025.


Carlsberg: Pasar Bir China Masih Lemah


CEO Carlsberg, Jacob Aarup-Andersen, mengungkapkan bahwa permintaan di pasar bir terbesar mereka tetap lemah sepanjang tahun lalu. Menurutnya, kondisi ini telah menekan volume penjualan dan menjadi tantangan besar di tahun mendatang.


“Kami belum melihat adanya perubahan signifikan dalam ekonomi China. Masih terlalu dini untuk memastikan apakah ada perbaikan,” ujarnya dalam panggilan dengan para analis, seperti dikutip Reuters (7/2/2025).


Carlsberg memperkirakan pasar bir China akan mengalami penyusutan antara 4-5% sepanjang 2024. Penjualan bir melemah secara signifikan di restoran, bar, serta tempat hiburan lainnya, tidak hanya di China tetapi juga di pasar Asia lainnya.


“Kita lihat saja bagaimana permintaan konsumen berkembang,” tambah Aarup-Andersen.


Pernod Ricard: Tahun Baru Imlek Sepi, Penjualan Anjlok


Senada dengan Carlsberg, produsen minuman keras Pernod Ricard juga menghadapi tantangan serupa. Perusahaan mencatat penurunan tajam dalam penjualan di China, dengan laporan awal menunjukkan bahwa perayaan Tahun Baru Imlek kali ini cenderung lebih sepi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.


Sebagai pembuat minuman keras terbesar kedua di dunia, Pernod Ricard melaporkan bahwa penjualannya di China anjlok hingga 25%, sementara di AS turun 7%. Penurunan ini juga dipicu oleh tarif bea masuk China terhadap cognac, yang diberlakukan sebagai respons atas tarif Uni Eropa (UE) terhadap kendaraan listrik asal China.


Dengan kondisi tersebut, Pernod Ricard memperkirakan bahwa pertumbuhan tahun ini tidak akan seperti yang diharapkan sebelumnya. Jika awalnya mereka memperkirakan pertumbuhan moderat, kini perusahaan harus bersiap menghadapi penurunan penjualan di kisaran satu digit.


Dampak Luas di Berbagai Sektor


Bukan hanya industri minuman yang terdampak, sejumlah merek global di sektor barang mewah dan produk konsumen juga mengalami penurunan penjualan akibat melemahnya ekonomi China.


  • Canada Goose Holdings, merek fesyen asal Kanada, melaporkan penurunan pendapatan yang lebih besar dari perkiraan, dengan fluktuasi penjualan di pasar barang mewah China. Saham perusahaan yang terdaftar di AS turun 3% dalam perdagangan awal.

  • Capri Holdings, perusahaan induk dari merek fesyen ternama seperti Michael Kors, Versace, dan Jimmy Choo, memperingatkan adanya penurunan signifikan dalam penjualan di China untuk tahun keuangan ini. CEO Capri Holdings, John Idol, bahkan mengungkapkan bahwa belum ada tanda-tanda pemulihan dalam waktu dekat.

  • Colgate-Palmolive, raksasa produk perawatan pribadi, juga menyatakan bahwa kondisi bisnis di China masih akan sulit dalam jangka pendek hingga menengah. CEO perusahaan, Noel Wallace, mengakui bahwa mereka gagal mencapai target penjualan kuartalan akibat lesunya pasar China.



China, sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, sedang menghadapi tekanan berat yang berdampak luas pada berbagai industri global. Dengan lemahnya daya beli konsumen, ketidakpastian ekonomi, serta kebijakan perdagangan yang semakin ketat, banyak perusahaan internasional kini harus menyusun strategi baru untuk bertahan di tengah tantangan yang ada.


Seiring berjalannya waktu, para pelaku industri masih menanti apakah ada titik balik bagi perekonomian China. Namun, hingga saat ini, tanda-tanda pemulihan masih belum terlihat.

Berita Lainnya

Document