Depresi: Faktor Lingkungan atau Genetik?
Lifestyle | 02 Dec 2024 - 13:29 WIB
2024-12-09 11:55:32
JelajahJawa (09/12) - Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota yang sarat dengan jejak sejarah dan budaya yang tetap hidup, tetapi juga memiliki beragam kuliner tradisional yang unik dan layak untuk dijelajahi.
Salah satu makanan khas tersebut yaitu mi lethek sajian mi asli Bantul yang meskipun tampak sederhana, tetapi menyimpan rasa yang istimewa serta nilai filosofi yang mendalam. Walaupun belum sepopuler gudeg, mi lethek menjadi bukti nyata eksistensi kuliner lokal yang mampu bertahan di tengah derasnya arus modernisasi makanan.
Baca juga: 51,7% Masyarakat Indonesia Konsumsi Gorengan, Waspadai Risiko Jantung dan Kanker
Apa Itu Mi Lethek?
Dalam bahasa Jawa, "lethek" berarti kusam atau kotor merujuk pada warna mi yang gelap dan tidak mengkilap seperti mi pada umumnya. Namun, di balik penampilannya yang biasa saja, mi lethek membawa kisah panjang tentang kuliner tradisional berbahan lokal.
Diperkirakan mulai diproduksi pada 1940-an, mi ini awalnya dibuat oleh seorang perantau dari Timur Tengah. Seiring waktu, masyarakat Bantul mengembangkan mi ini sebagai alternatif makanan berbahan dasar lokal yang terjangkau dan mudah diolah.
Mi lethek terbuat dari tepung tapioka dan gaplek (singkong kering) bahan pangan yang melimpah di daerah Bantul. Tidak seperti mi komersial lainnya, mi ini bebas dari bahan pengawet maupun pewarna sehingga tampilannya lebih kusam.
Menurut Yasir Ferry, pembuat mi lethek generasi ketiga, makanan khas Bantul ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh Kemendikbudristek pada 2019, dilansir dari detik.com.
Baca juga: 5 Minuman Lezat Penghilang Cemas
Proses Produksi yang Masih Tradisional
Keistimewaan mi lethek tidak hanya terletak pada bahan dasarnya, tetapi juga pada cara pembuatannya yang masih sangat tradisional. Di pabrik-pabrik kecil di Bantul, adonan mi digiling menggunakan tenaga sapi.
Sapi-sapi tersebut memutar roda besar yang menggiling campuran tepung tapioka dan gaplek. Setelah itu, adonan diolah menjadi lembaran-lembaran mi, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari.
Menurut Subeno, pemilik pabrik mi lethek Talang Berkah Jaya, proses pengeringan yang masih mengandalkan sinar matahari memerlukan waktu lama dan dipengaruhi cuaca. Jika musim hujan, warna mi bisa menjadi lebih gelap, dilansir dari VOA Indonesia.
Baca juga: Dampak Buruk Pemanis Buatan pada Kesehatan
Hidangan Sederhana dan Menggugah Selera
Mi lethek dapat disajikan sebagai mi kuah (godog) atau mi goreng. Mi kuah biasanya dimasak dengan kaldu ayam kampung atau sapi dilengkapi sayuran seperti sawi dan kol, serta tambahan telur atau daging ayam.
Sementara itu, mi goreng dimasak dengan bumbu sederhana seperti bawang putih, bawang merah, kecap, dan cabai. Meski tampilannya sederhana, rasa mi lethek yang kenyal dan alami menjadikannya favorit bagi banyak orang.
Mi lethek bukan sekadar makanan, tetapi juga mencerminkan kesederhanaan hidup dan penghormatan terhadap alam. Dalam budaya Jawa, makanan seringkali memiliki makna mendalam, bukan hanya sebagai pengisi perut.
Di tengah gempuran makanan modern, mi lethek tetap bertahan sebagai kuliner tradisional yang berakar kuat. Beberapa restoran di Yogyakarta kini memasukkan mi lethek ke dalam menu mereka, membuka peluang bagi generasi muda dan wisatawan untuk mengenal dan melestarikan makanan khas ini.
Baca juga : Ajukan Cerai di Negara Ini, Risiko Masuk Kamp Kerja Paksa?
Baca juga : 51,7% Masyarakat Indonesia Konsumsi Gorengan, Waspadai Risiko Jantung dan Kanker
Pewarta : Norma Desvia
Depresi: Faktor Lingkungan atau Genetik?
Lifestyle | 02 Dec 2024 - 13:29 WIB
Lifestyle | 23 Dec 2024 - 18:49 WIB
Lifestyle | 23 Dec 2024 - 18:45 WIB
Lifestyle | 23 Dec 2024 - 18:40 WIB
Lifestyle | 23 Dec 2024 - 18:32 WIB
Lifestyle | 23 Dec 2024 - 18:16 WIB
Financial | 02 Sep 2024 - 11:32 WIB
Internasional | 02 Sep 2024 - 11:55 WIB
Lifestyle | 04 Sep 2024 - 19:37 WIB
Entertainment | 04 Sep 2024 - 20:18 WIB